Pdt. Hosea Sudarna, S.Th., M.Si. (WKPUB) menyerahkan Buku Karyanya kepada Romo Sunardjo Soemargono, JD.
Detik-news.com – Jakarta — Suasana Gedung Juang Semar Suryakencana, Kebon Kelapa, Gambir, Jakarta Pusat, terasa berbeda pada Kamis, 13 November 2025. Di tengah bangunan bersejarah tempat banyak cerita kebangsaan pernah ditorehkan, dua tokoh dari lintas keyakinan bertemu dalam sebuah silaturahmi yang hangat.
Pdt. (Em.) Hosea Sudarna, S.Th., M.Si., Ketua Umum Wadah Komunikasi dan Pelayanan Umat Bersama (WKPUB), datang menemui Romo Sunardjo Sumargono, JD.—atau akrab disapa Ki Gelo Bejad—salah satu tokoh penting Lembaga Penghayat Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pertemuan itu berlangsung sederhana, namun sarat pesan kebangsaan: merawat kerukunan, membangun persaudaraan, dan memperkuat rasa saling percaya antarumat beragama.
Persaudaraan sebagai Visi Bersama
WKPUB sendiri bergerak dengan visi “mewujudkan persaudaraan sejati antar sesama anak bangsa.” Melalui tiga misi utama—pengembangan iman, penghidupan kebhinekaan, serta pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan—organisasi ini berkomitmen menghadirkan ruang perjumpaan lintas kepercayaan.
Semangat itulah yang dibawa Hosea ketika menyambangi Romo Sunardjo. Ia ingin membangun sinergi antara WKPUB dan komunitas penghayat kepercayaan—sebuah jembatan yang kerap kurang tersorot publik, padahal menyimpan potensi besar bagi harmoni bangsa.
“Terima kasih untuk kebersamaan ini, Romo,” ujar Hosea dalam suasana yang penuh keakraban. “Kami berharap, ke depan kegiatan WKPUB dapat melibatkan saudara-saudara dari komunitas penghayat. Terutama dalam hal pembinaan generasi muda dan sosialisasi bahaya narkoba. Kolaborasi ini bisa menjadi perekat kebersamaan dan mempererat hubungan kita.”
Menanamkan Cinta NKRI kepada Generasi Muda
Romo Sunardjo menyambut hangat kedatangan itu. Dalam pandangannya, kerja sama lintas iman bukan semata pertemuan tokoh, melainkan upaya nyata menjaga Indonesia dari potensi perpecahan.
“Sangat bagus jika kita bisa saling bekerja sama membangun semangat persaudaraan,” tegasnya. “Kita hidup dalam masyarakat yang sangat plural. Anak-anak muda perlu dibina supaya mencintai republik ini. Jangan sampai terprovokasi dan terbagi-bagi hanya karena perbedaan agama.”
Baginya, bangsa Indonesia sejak leluhur sudah memegang nilai ketuhanan dan kemanusiaan, sesuai dengan amanah sila pertama dan kedua Pancasila. Ia mengingatkan pentingnya gotong-royong dan kerja keras agar kekayaan bangsa tidak mudah dipengaruhi kepentingan pihak luar.
“Indonesia negara paling subur,” ujarnya. “Kalau rakyatnya bersatu dan hidup bergotong-royong, mereka mampu mengelola anugerah yang Tuhan berikan. Di situlah makna Bhinneka Tunggal Ika benar-benar hidup.”
Kehangatan Silaturahmi sebagai Jembatan Kerja Bersama
Di akhir kunjungan, Hosea menyerahkan sebuah buku karyanya tentang WKPUB kepada Romo Sunardjo. Ia juga berjanji akan kembali hadir bersama jajaran Pengurus Umum WKPUB dalam kesempatan berikutnya, untuk merancang kerja sinergis yang lebih konkret.
Pertemuan itu ditutup dengan suasana penuh kekeluargaan—senyum yang mengalir tulus, obrolan yang cair, dan rasa saling menghargai yang terasa kuat. Tidak ada sekat keyakinan, tidak ada jarak budaya; yang ada hanya dua anak bangsa yang percaya bahwa kerukunan tidak lahir dari seremonial, melainkan dari kesediaan bertemu, mendengar, dan bekerja bersama.
Di tengah hiruk pikuk perbedaan yang sering dipelintir menjadi ketegangan, silaturahmi seperti ini menjadi oase—sebuah pengingat bahwa Indonesia berdiri di atas pondasi keberagaman yang dijaga bersama. Dari Gedung Juang, pesan persaudaraan itu kembali bergema: bahwa merawat kebhinekaan adalah tugas semua anak bangsa, tanpa kecuali. (Mas_Dharma eL./Red.)
