
Makan Bergizi Gratis
Oleh : Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
A. Latar Belakang dan Kontroversi MBG
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diperkenalkan sebagai program unggulan pemerintah yang bertujuan mulia, yaitu mengatasi masalah gizi (terutama stunting) dan meningkatkan kesejahteraan pelajar di seluruh Indonesia.1 Namun, implementasi program ini segera diselimuti kontroversi struktural dan operasional yang fundamental.
MBG menghadapi dilema kebijakan yang signifikan: kontradiksi antara janji program yang bersifat universal (melayani hingga 82,9 juta penerima manfaat dalam rencana jangka panjang) 2 melawan urgensi penargetan pada kelompok rentan. Beberapa pihak menilai program ini berisiko pemborosan anggaran negara dan oleh karena itu, harusnya diprioritaskan pada anak dari keluarga kurang mampu dan di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).1
Program bantuan sosial (Bansos) murni, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) atau Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) 4, secara inheren berfokus pada hasil (outcome) kesejahteraan yang terukur dan ditargetkan.
Analisis menunjukkan bahwa MBG, dengan ambisi universal dan alokasi anggaran triliunan rupiah 6, berpotensi bergeser fungsinya dari intervensi sosial yang berorientasi gizi menjadi proyek besar yang tujuannya adalah penyerapan anggaran dan konsolidasi ekonomi politik melalui kontrak Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) skala masif.2
Pergeseran ini mengubah esensi program dari pemenuhan hak gizi menjadi pembangunan infrastruktur politik anggaran. Oleh karena itu, artikel ini menegaskan bahwa Program MBG harus segera diredefinisikan dan direstrukturisasi sebagai Bantuan Sosial (Bansos) yang ditargetkan, didukung oleh kerangka hukum kuat, mekanisme pengadaan yang transparan, dan tata kelola yang terdesentralisasi, guna mengeliminasi risiko korupsi dan potensi kerugian negara.
B. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis disparitas konseptual dan implementatif antara MBG sebagai proyek universal versus Bansos targeted. Selanjutnya, studi ini mengkaji kasus-kasus kegagalan operasional, seperti insiden keracunan makanan, sebagai indikator kunci lemahnya tata kelola. Secara mendalam, artikel ini membedah anatomi risiko korupsi sistemik yang dipicu oleh ketiadaan regulasi dan konflik kepentingan, sebelum akhirnya merumuskan rekomendasi kebijakan yang obyektif, konstruktif, dan mengadopsi praktik terbaik internasional.
II. Landasan Konseptual: Membedah Diskursus Bansos (Targeted) vs. Proyek (Universal)
A. Keadilan Gizi dan Prinsip Penargetan (Targeted Assistance)
Bantuan Sosial (Bansos) idealnya menggunakan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) untuk memastikan bantuan tepat sasaran, sebagaimana diterapkan pada program-program Bansos eksisting seperti PKH dan BPNT.4 Keadilan gizi menuntut bahwa sumber daya negara yang terbatas diprioritaskan untuk mereka yang paling membutuhkan.
Argumen utama yang muncul adalah bahwa MBG sebaiknya diprioritaskan secara ketat pada anak dari keluarga kurang mampu 3 dan di wilayah 3T.1 Pandangan ini memandang MBG sebagai pemenuhan hak dasar pangan dan gizi bagi rakyat miskin 8, bukan sebagai fasilitas umum yang harus diberikan secara universal (seperti proyek pembangunan fisik). Dengan memfokuskan program pada kelompok penerima manfaat yang terdaftar dalam DTKS, inclusion error (subsidi kepada yang mampu) dapat diminimalkan, dan program menjadi instrumen efektif untuk pengentasan kemiskinan dan ketidakadilan sosial.
B. Analisis Efisiensi Fiskal dan Risiko Defisit Negara
Universalitas MBG menimbulkan risiko pemborosan anggaran yang substansial, yang dikhawatirkan akan membebani rakyat dan keuangan negara.10 Analisis Transparency International Indonesia (TII) menunjukkan bahwa kebijakan yang mencakup 82,9 juta penerima manfaat tanpa prioritas yang jelas berpotensi mendorong pelebaran defisit anggaran hingga mencapai 3,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).2 Angka ini melampaui batas maksimal defisit 3% PDB yang diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara.
Potensi kerugian keuangan negara akibat inefisiensi dan penyimpangan dalam program ini ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar per tahun di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).2 Jika universalitas MBG menyebabkan defisit anggaran melampaui batas yang diizinkan, maka generasi mendatang secara tidak adil akan menanggung beban utang untuk membiayai program yang saat ini gagal ditargetkan secara efisien, menciptakan ketidakadilan antargenerasi.
Keputusan untuk mengabaikan sistem penargetan Bansos yang sudah ada dan matang melalui DTKS 5 dan memilih pendekatan universal menunjukkan adanya prioritas politik—mencakup semua lapisan masyarakat—yang ditempatkan di atas pertimbangan efisiensi administrasi dan disiplin fiskal. Dalam praktik internasional, program pemberian makanan di sekolah di negara maju, seperti National School Lunch Program di Amerika Serikat, menggunakan kriteria subsidi berdasarkan status pendapatan keluarga, bukan universalitas, untuk menjamin keberlanjutan fiskal.11
Perbandingan Karakteristik Program Bantuan Sosial vs. Proyek Universal
Dimensi Kriteria | Bantuan Sosial (Bansos) Ideal (e.g., PKH/BPNT) | Program Universal Skala Besar (Sesuai Konsep Awal MBG) | MBG yang Direkomendasikan (Targeted Bansos) |
Tujuan Utama | Mengentaskan kemiskinan, meningkatkan daya beli keluarga miskin. | Peningkatan gizi secara luas, quick win politik, penyerapan anggaran. | Peningkatan gizi spesifik pada anak keluarga miskin/3T, pemberdayaan ekonomi lokal. |
Sasaran Penerima | Sangat targeted (berdasarkan DTKS/KPM).5 | Universal (82,9 juta penerima).2 | Targeted pada wilayah 3T dan KPM DTKS.1 |
Basis Hukum Utama | UU Kesejahteraan Sosial, Perpres Bansos. | Petunjuk Teknis Internal (Juknis), Legal Vacuum.2 | Peraturan Presiden (Perpres) spesifik yang mengatur MBG sebagai Bansos. |
Risiko Keuangan | Exclusion/Inclusion Error, kebocoran dana transfer. | Defisit anggaran 3,6% PDB, mark-up PBJ, kerugian negara besar.2 | Efisiensi fiskal tinggi, fokus pada kualitas outcome. |
III. Kerentanan Operasional: Studi Kasus Kualitas Pangan dan Kegagalan Pengawasan
A. Tinjauan Kasus Keracunan Massal: Indikasi Kegagalan Tata Kelola
Kegagalan MBG yang paling terlihat secara kasat mata adalah kasus keracunan massal yang terjadi berulang kali.10 Dokumentasi media mencakup insiden yang menimpa lebih dari 1.000 siswa di Bandung Barat 12, serta penolakan makanan berbau di Jember oleh empat sekolah.13 Peristiwa ini menyoroti lemahnya regulasi dan pengawasan kualitas makanan.14
Tanggapan pemerintah terhadap kasus keracunan ini bersifat reaktif. Pasca-keracunan, diumumkan arahan yang mewajibkan setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS).14 Pembentukan tim inspeksi yang terdiri dari unsur Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dinas Kesehatan, dan kepolisian untuk mengevaluasi kondisi dapur juga dilakukan, dengan ancaman penghentian operasional bagi dapur yang tidak memenuhi petunjuk teknis (juknis).15 Keterlibatan Puskesmas dan UKS dalam memantau SPPG 14 menunjukkan bahwa pengawasan mutu yang dilakukan oleh entitas pelaksana (Badan Gizi Nasional/SPPG) telah gagal total, memerlukan delegated supervision secara ad hoc dari sektor kesehatan.
B. Integritas Rantai Pasok (Supply Chain) dan Standar Gizi
Integritas rantai pasok merupakan tantangan utama MBG, bahkan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) mengakui bahwa memenuhi rantai pasok lebih sulit daripada sekadar penyaluran.16 Program yang kredibel harus menjalankan tiga pilar: menu bergizi seimbang, keamanan pangan (melalui SOP kebersihan, pengelolaan rantai dingin, dan SLHS), serta aspek halal dan thayyib.17
Namun, kasus keracunan adalah hasil yang terlihat (output). Akar penyebabnya terletak pada kegagalan menjamin keamanan pangan 17 di tingkat hulu. Kegagalan ini, dalam program berskala besar, biasanya berakar pada tekanan untuk pengadaan termurah, yang dicapai melalui kolusi atau manipulasi PBJ untuk memotong biaya dan meningkatkan margin keuntungan ilegal.2 Dengan demikian, keracunan berfungsi sebagai bukti nyata bahwa risiko korupsi pada hulu PBJ telah termanifestasi menjadi risiko kesehatan hilir, dengan menggunakan bahan baku berkualitas rendah atau kedaluwarsa.
IV. Anatomi Risiko Korupsi Sistemik dan Konflik Kepentingan
A. Ketiadaan Kerangka Hukum yang Mengikat: Legal Vacuum
Kerentanan korupsi sistemik dalam MBG diperparah oleh ketiadaan kerangka hukum yang kuat. Hingga pertengahan 2025, MBG masih dijalankan hanya dengan Petunjuk Teknis internal. Ketiadaan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum utama menyebabkan pelaksanaan program tidak memiliki pijakan hukum yang cukup dan mengaburkan mandat koordinasi lintas sektor.2
Kekosongan hukum ini menghambat mekanisme check and balance eksternal yang efektif dan membuka ruang bagi abuse of power karena regulasi internal dapat diubah sewaktu-waktu tanpa pengawasan publik. Ketiadaan Perpres menciptakan legal vacuum yang dimanfaatkan oleh aktor-aktor dengan konflik kepentingan untuk mencari akses preferensial ke kontrak pengadaan yang tidak transparan.
B. Titik Paling Rentan: Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) MBG
Transparency International Indonesia (TII) telah merilis artikel yang menyoroti tingginya kerentanan korupsi melalui pendekatan Corruption Risk Assessment (CRA), menegaskan bahwa PBJ merupakan titik paling rentan.2 Proses PBJ dalam MBG dinilai tidak mengindahkan prinsip transparansi, di mana banyak aktivitas pengadaan dilakukan tanpa dokumentasi terbuka dan tanpa sistem pengawasan berbasis data.
Modus operandi korupsi yang diidentifikasi meliputi praktik mark-up harga, kolusi tender, dan pengadaan tanpa dokumentasi terbuka, diperparah oleh pengawasan yang lemah.2 Adanya artikel kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai penurunan anggaran per porsi (dari Rp 10.000 menjadi Rp 8.000) 21 semakin mengindikasikan adanya potential loss atau penyimpangan yang tidak transparan dalam alokasi dana. Kepala BGN sendiri telah mengidentifikasi korupsi dan keracunan sebagai dua risiko besar dalam MBG.22
C. Konflik Kepentingan Kronis (Chronic Conflict of Interest – CoI)
Risiko korupsi diperkuat oleh adanya Konflik Kepentingan Kronis (CoI) dalam penunjukan mitra pelaksana. Penunjukan mitra SPPG dilakukan tanpa mekanisme verifikasi terbuka, dan beberapa yayasan pengelola diketahui memiliki afiliasi dengan aktor politik, institusi militer, dan kepolisian.2
Sebagai ilustrasi, keterlibatan polisi lalu lintas yang seharusnya bertugas menjaga keamanan dan ketertiban dalam distribusi MBG adalah contoh nyata CoI yang merusak prinsip meritokrasi dan netralitas layanan publik. Praktik ini menciptakan akses preferensial dan memanfaatkan program sosial masif sebagai sarana konsolidasi kekuasaan melalui alokasi kontrak kepada kelompok terafiliasi.2
Ketiadaan Perpres dan konflik kepentingan ini secara bersamaan membentuk corrupt governance yang sistemik. Dalam kekosongan hukum yang mengikat, petunjuk teknis internal menjadi satu-satunya panduan, dan lingkungan ini dieksploitasi oleh aktor dengan CoI untuk memposisikan yayasan afiliasi mereka sebagai mitra SPPG, memastikan mereka memiliki akses yang mudah ke kontrak pengadaan yang tidak transparan.2
Peta Kerentanan Korupsi Sistemik dalam Pelaksanaan Program MBG (Corruption Risk assessment)
Titik Rentan | Celah Tata Kelola (Risiko) | Dampak Nyata yang Terjadi | Cakupan Kerugian |
Ketiadaan Perpres 2 | Legal vacuum, kaburnya mandat koordinasi, inkonsistensi regulasi. | Abuse of power, penunjukan mitra tanpa verifikasi terbuka. | Risiko kerugian keuangan negara melalui potential loss fiskal.2 |
Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) 2 | Manipulasi harga (mark-up), kolusi tender, ketiadaan dokumentasi terbuka. | Penurunan kualitas gizi, penggunaan bahan pangan berkualitas rendah (menyebabkan keracunan). | Kerugian keuangan ditaksir mencapai Rp 1,8 Miliar per SPPG per tahun.2 |
Konflik Kepentingan Kronis 2 | Akses preferensial, penyalahgunaan institusi negara (militer/polisi) untuk operasional. | Program dimanfaatkan untuk konsolidasi ekonomi politik, merusak netralitas birokrasi. | Kerugian non-fiskal (institusional dan kepercayaan publik). |
V. Solusi Objektif dan Pembangunan Tata Kelola Berintegritas (Adopsi Model Internasional)
A. Kerangka Regulasi Wajib dan Penargetan Ulang
Langkah pertama yang harus diambil adalah menghentikan legal vacuum. Pemerintah harus segera menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai pijakan hukum yang kuat, yang secara eksplisit mendefinisikan status MBG sebagai Bantuan Sosial yang bersifat prioritas atau ditargetkan, bukan proyek universal.2 Perpres ini juga harus menetapkan mandat koordinasi antar-kementerian (Kesehatan, Pendidikan, Pertanian, Keuangan).
Selanjutnya, diperlukan strategi penargetan ulang yang wajib. Pendekatan universal harus diubah menjadi penargetan prioritas, memfokuskan implementasi pada Wilayah 3T dan sekolah/siswa yang terdaftar dalam kategori keluarga penerima manfaat (KPM) dari DTKS.1
B. Model Tata Kelola Terdesentralisasi (Lessons Learned)
Untuk mengurangi risiko korupsi sistemik yang dipicu oleh PBJ terpusat skala besar 2, analisis menunjukkan perlunya adopsi model tata kelola terdesentralisasi. Model yang paling relevan untuk Indonesia adalah Programa Nacional de Alimentação Escolar (PNAE) di Brazil.11
PNAE di Brazil mengintegrasikan program gizi sekolah dengan pertanian lokal (Farm-to-School) melalui desentralisasi. Model ini mewajibkan sekolah atau pemerintah daerah untuk membeli minimum 30% bahan makanan dari petani lokal. Pendekatan ini secara struktural mengurangi risiko korupsi berskala besar karena rantai pasok menjadi pendek dan diawasi secara lokal. Selain itu, model ini mendukung ketahanan pangan, memperkuat ekonomi rakyat dan UMKM lokal 9, dan menciptakan pembangunan desa berbasis ketahanan pangan dan ekonomi rakyat.9
Dengan mengadopsi model PNAE, di mana pengadaan didesentralisasi ke tingkat sekolah/komunitas dan wajib membeli dari petani lokal (UMKM), kerentanan PBJ skala besar (kolusi, mark-up) secara otomatis berkurang drastis, karena rantai transaksinya lebih pendek dan lebih mudah diawasi secara partisipatif di tingkat komunitas.
C. Integrasi Pendidikan Gizi dan Rantai Pasok Lokal
Selain fokus pada PBJ, keberhasilan program seperti Kyūshoku di Jepang terletak pada integrasi pendidikan gizi (Shokuiku).11 Jika MBG hanya memberikan makanan tanpa edukasi gizi yang komprehensif (meliputi asal makanan, diet seimbang, dan keberlanjutan), hasil gizi jangka panjang sulit tercapai. Integrasi Shokuiku mengubah MBG dari sekadar feeding program menjadi investasi pendidikan dan kesehatan.
Optimalisasi rantai pasok lokal dan tata kelola yang transparan direkomendasikan agar manfaat ekonominya maksimal.23 Pengadaan bahan baku harus diarahkan melalui koperasi pertanian dan UMKM desa sebagai bagian dari skema Bansos, bukan melalui kontraktor besar. Reformasi tata kelola ini akan mengubah MBG menjadi investasi gizi dan ekonomi rakyat yang berkelanjutan, menciptakan sinergi antara kebijakan sosial, kesehatan, dan pertanian.
Studi Komparatif Model Tata Kelola Program Makanan Sekolah dan Relevansinya bagi MBG
Negara | Kerangka Hukum Utama | Model Tata Kelola Kunci | Fokus Kebijakan Anti-Korupsi/Efisiensi | Relevansi bagi MBG Indonesia |
Amerika Serikat (NSLP) | National School Lunch Act | Standar Gizi USDA, Pengawasan Federasi-Negara Bagian. | Kriteria kelayakan berbasis pendapatan (targeted), audit finansial ketat. | Pentingnya kerangka hukum (Perpres/UU) dan standar gizi baku. |
Jepang (Kyūshoku) | School Lunch Act & Basic Law on Shokuiku | Terintegrasi dengan Kurikulum Pendidikan (Shokuiku), Kontrol Higiene Lokal. | Pencegahan keracunan komprehensif, mutu dapur sekolah yang tinggi. | Mendorong SLHS 14 dan integrasi pendidikan gizi. |
Brazil (PNAE) | UU yang Mewajibkan PNAE | Desentralisasi Total, Farm-to-School (Wajib beli 30% dari petani lokal). | Pengawasan Komite Sosial (CAE), Integrasi ekonomi lokal (anti-korupsi PBJ terpusat).11 | Model ideal untuk transformasi MBG menjadi Bansos targeted dan penguatan ekonomi rakyat.9 |
VI. Rekomendasi Mitigasi Korupsi dan Peta Jalan Akuntabilitas
A. Penguatan Fungsi Pengawasan Kelembagaan dan Audit
Untuk memitigasi kerentanan korupsi yang dikepung oleh konflik kepentingan, diperlukan pembenahan total mekanisme seleksi dan verifikasi mitra pelaksana SPPG. Proses ini harus berlandaskan prinsip pengadaan yang adil dan berintegritas, secara ketat menghindari afiliasi politik atau institusional yang menimbulkan konflik kepentingan.2
Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai pelaksana utama program perlu segera memperkuat kapasitas tata kelola kelembagaannya agar mampu mengelola program dengan standar akuntabilitas yang tinggi.2 Selain itu, diperlukan audit berkala dan komprehensif terhadap pelaksanaan MBG, mencakup audit kinerja dan audit forensik terhadap proses PBJ. Hasil audit ini wajib dilaporkan secara terbuka kepada publik, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri telah mendorong tata kelola yang transparan.2
B. Mekanisme Pengawasan Partisipatif (Digital Governance)
Jika pengelolaan SPPG dikuasai oleh kelompok terafiliasi, pengawasan internal cenderung lemah. Solusi strukturalnya adalah memaksa pengawasan dari bawah ke atas (bottom-up) melalui pelembagaan pengawasan eksternal secara sistematis. Hal ini melibatkan pelibatan aktif organisasi masyarakat sipil (CSO), satuan pendidikan, serta komunitas penerima manfaat dalam pengawasan mutu, distribusi, dan penggunaan anggaran.2
Pemerintah harus membangun platform digital governance yang partisipatif, sesuai dengan saran Ombudsman.25 Platform ini memungkinkan sekolah, orang tua, dan masyarakat memantau mutu makanan, porsi, dan peartikel anggaran secara real-time. Digital Governance memungkinkan peartikel anomali (makanan bau, CoI, kualitas buruk) secara cepat, yang berfungsi untuk menetralkan pengaruh politik dalam rantai pasok. Selain itu, transparansi harus dijamin dengan memastikan setiap transaksi pengadaan dapat dilacak (traceability) dari petani/produsen lokal hingga ke piring siswa, sebagai prasyarat mitigasi risiko korupsi dalam PBJ.2
C. Peta Jalan Transformasi MBG Menuju Bansos Gizi Rakyat
Transformasi MBG dari ‘proyek’ universal yang rentan korupsi menjadi ‘Bansos Gizi Rakyat’ yang akuntabel dapat dicapai melalui peta jalan tiga fase:
- Fase 1 (Legalitas & Audit): Penetapan Peraturan Presiden segera untuk menyediakan payung hukum yang kuat dan definisi yang jelas sebagai Bansos. Diikuti dengan Audit Total (forensik dan keuangan) terhadap operasional dan kontrak program yang telah berjalan.
- Fase 2 (Penargetan & Desentralisasi): Transisi wajib dari pendekatan universal ke penargetan ketat pada wilayah 3T dan KPM DTKS. Pembentukan kerangka hukum desentralisasi PBJ (mengadopsi model PNAE Brazil) untuk mengurangi risiko PBJ terpusat.11
- Fase 3 (Sinergi & Keberlanjutan): Integrasi MBG dengan program pemberdayaan UMKM dan pertanian lokal (Farm-to-School).23 Implementasi pendidikan gizi dalam kurikulum sekolah (
Shokuiku) 11 untuk memastikan program menjadi investasi gizi jangka panjang.
VII. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menghadapi risiko kegagalan ganda yang saling terkait: kegagalan operasional (keracunan) dan kerentanan korupsi sistemik yang disebabkan oleh tata kelola yang lemah dan ketiadaan kerangka hukum yang memadai. Analisis mendalam menunjukkan bahwa MBG saat ini berisiko berfungsi sebagai proyek anggaran universal, yang mengancam disiplin fiskal negara dan membuka celah konflik kepentingan kronis, alih-alih sebagai bantuan sosial yang efektif dan tepat sasaran.
Solusi struktural tidak terletak pada perbaikan ad-hoc di dapur sekolah, melainkan pada reformasi total di tingkat kebijakan dan pengadaan.
Kesimpulannya, MBG harus segera diakui dan diimplementasikan sebagai program bantuan sosial yang berorientasi keadilan gizi, yang ditujukan secara spesifik kepada anak dari keluarga miskin dan di wilayah 3T.
Untuk memitigasi risiko korupsi sistemik, pemerintah diwajibkan untuk: (1) menetapkan Peraturan Presiden sebagai payung hukum yang mengikat; (2) mengimplementasikan mekanisme penargetan berbasis DTKS; dan (3) mengadopsi model desentralisasi Pengadaan Barang dan Jasa yang mengintegrasikan rantai pasok lokal (Farm-to-School) ala Brazil, didukung oleh pengawasan partisipatif berbasis digital. Transformasi ini akan memposisikan MBG sebagai investasi gizi dan ekonomi rakyat yang berkelanjutan, sesuai dengan amanat keadilan sosial Pancasila.
Karya yang dikutip
- Makan Bergizi Gratis (MBG) Program in the Perspective of Social Justice and Socio – PANCASILA: Jurnal Keindonesiaan, diakses September 29, 2025, https://ejurnalpancasila.bpip.go.id/index.php/PJK/article/download/726/110/2670
- Program Makan Bergizi Gratis Dikepung Risiko Korupsi Sistemik …, diakses September 29, 2025, https://ti.or.id/program-makan-bergizi-gratis-dikepung-risiko-korupsi-sistemik/
- Program MBG Dinilai Berisiko Pemborosan, Sebaiknya Diprioritaskan pada Anak Keluarga Kurang Mampu, diakses September 29, 2025, https://ugm.ac.id/id/berita/program-mbg-dinilai-berisiko-pemborosan-sebaiknya-diprioritaskan-pada-anak-keluarga-kurang-mampu/
- Apa Perbedaan Bansos BPNT dengan PKH? : Okezone Economy, diakses September 29, 2025, https://economy.okezone.com/read/2024/12/11/320/3094585/apa-perbedaan-bansos-bpnt-dengan-pkh
- 4 Bansos yang Akan Cair Awal 2025, Ada Makan Gratis – Tempo.co, diakses September 29, 2025, https://www.tempo.co/ekonomi/4-bansos-yang-akan-cair-awal-2025-ada-makan-gratis-1185088
- Anggaran MBG Rp 170 T Berisiko Dikorupsi, KPK Minta Perkuat Pengawasan, diakses September 29, 2025, https://www.beritasatu.com/nasional/2917829/anggaran-mbg-rp-170-t-berisiko-dikorupsi-kpk-minta-perkuat-pengawasan
- Terbaru! Cara Dapatkan Bantuan Program Makan Gratis (PMG) dari Pemerintah, Lihat Persyaratannya – Blog Info dan Berita – Fakultas Hukum UMSU, diakses September 29, 2025, https://fahum.umsu.ac.id/blog/terbaru-cara-dapatkan-bantuan-program-makan-gratis-pmg-dari-pemerintah-lihat-persyaratannya/
- Catatan Kritis Untuk Program Makan Bergizi Gratis dan Kebijakan Pengentasan Kemiskinan – News Schoolmedia, diakses September 29, 2025, https://schoolmedia.id/artikel/845/catatan-kritis-untuk-program-makan-bergizi-gratis-dan-kebijakan-pengentasan-kemiskinan
- Analisis Implementasi Program Makan Bergizi Gratis Terhadap Perkembangan Ekonomi, diakses September 29, 2025, https://www.researchgate.net/publication/393390590_Analisis_Implementasi_Program_Makan_Bergizi_Gratis_Terhadap_Perkembangan_Ekonomi
- Ekonom Senior UGM: Program MBG dan Efisiensi Anggaran Jangan Sampai Bebani Rakyat, diakses September 29, 2025, https://ugm.ac.id/id/berita/ekonom-senior-ugm-program-mbg-dan-efisiensi-anggaran-jangan-sampai-bebani-rakyat/
- Pembelajaran Kebijakan Internasional untuk Program … – DPR RI, diakses September 29, 2025, https://berkas.dpr.go.id/pusaka/files/fla/FLA-2-1-November-2024-201-6.pdf
- Lebih dari 1.000 Siswa Bandung Barat Jadi Korban Keracunan MBG – Universitas Muhammadiyah Jakarta, diakses September 29, 2025, https://umj.ac.id/just_info/lebih-dari-1-000-siswa-bandung-barat-jadi-korban-keracunan-mbg/
- Siswa Diduga Keracunan hingga 4 Sekolah Tolak MBG Bau di Jember – CNN Indonesia, diakses September 29, 2025, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250929070533-20-1278692/siswa-diduga-keracunan-hingga-4-sekolah-tolak-mbg-bau-di-jember
- Arahan Lengkap Prabowo Pasca Marak Keracunan Makan Bergizi Gratis – detikHealth, diakses September 29, 2025, https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-8134987/arahan-lengkap-prabowo-pasca-marak-keracunan-makan-bergizi-gratis
- Soal keracunan MBG, Prabowo: Ini masalah besar, kita atasi dengan baik, diakses September 29, 2025, https://www.antaranews.com/berita/5138477/soal-keracunan-mbg-prabowo-ini-masalah-besar-kita-atasi-dengan-baik
- Video: Bos BGN Ungkap Rantai Pasok Jadi Tantangan Utama MBG – CNBC Indonesia, diakses September 29, 2025, https://www.cnbcindonesia.com/news/20250319172337-8-620068/video-bos-bgn-ungkap-rantai-pasok-jadi-tantangan-utama-mbg
- 4 sehat 5 Sempurna plus halal dalam menu MBG, diakses September 29, 2025, https://www.antaranews.com/berita/5140061/4-sehat-5-sempurna-plus-halal-dalam-menu-mbg
- Program Makan Bergizi Gratis Dikepung Risiko Korupsi Sistemik – Transparency International Indonesia, diakses September 29, 2025, https://ti.or.id/program-makan-bergizi-gratis-dikepung-risiko-korupsi-sistemik/?e-page-3bb6d40=16
- Mitigasi Risiko Korupsi Program Makan Bergizi Garatis, diakses September 29, 2025, https://ti.or.id/mitigasi-risiko-korupsi-program-makan-bergizi-garatis/
- Ada Kejanggalan Pengadaan Barang dan Jasa MBG, Tabrak Aturan | IDN Times, diakses September 29, 2025, https://www.idntimes.com/news/indonesia/ada-kejanggalan-pengadaan-barang-mbg-bgn-tabrak-aturan-00-w8cq5-9f89kw
- KPK Terima Artikel Anggaran Makan Bergizi Gratis Berkurang dari Rp 10.000 ke Rp 8.000, diakses September 29, 2025, https://nasional.kontan.co.id/news/kpk-terima-artikel-anggaran-makan-bergizi-gratis-berkurang-dari-rp-10000-ke-rp-8000
- Kepala BGN Ungkap 2 Risiko Besar di MBG: Korupsi dan Keracunan – CNN Indonesia, diakses September 29, 2025, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250819214219-20-1264202/kepala-bgn-ungkap-2-risiko-besar-di-mbg-korupsi-dan-keracunan
- Analisis Implementasi Program Makan Bergizi Gratis Terhadap Perkembangan Ekonomi, diakses September 29, 2025, https://ejournal.gemacendekia.org/index.php/joeder/article/download/105/85
- KPK Dorong Tata Kelola Transparan Program Makan Bergizi Gratis – Indonesia.go.id, diakses September 29, 2025, https://indonesia.go.id/kategori/politik-hukum/9669/kpk-dorong-tata-kelola-transparan-program-makan-bergizi-gratis?lang=1
- Pemenuhan Layanan Pendidikan VS Makan Bergizi Gratis – Ombudsman RI, diakses September 29, 2025, https://ombudsman.go.id/artikel/r/pwkinternal–pemenuhan-layanan-pendidikan-vs-makan-bergizi-gratis
Daftar Pustaka (APA)
- MAPS Initiative. (2021). Assessment of the Public Procurement System: Indonesia (Main Report). Methodology for Assessing Procurement Systems (MAPS).
- Basel Institute on Governance. (2023). Preliminary Study on Corruption Risks in Infrastructure Sector.
- World Bank. (2025). The World Bank Group and Public Procurement — Independent Evaluations & Guidance.
- Transparency International. (2024). Publications on whistleblowing & Annual Report 2024.
- Transparency International Indonesia. (2024). Assessment: KPK and whistleblowing context.
- Open Government Partnership. (2023). Indonesia Results Report 2020–2022.
- EDC. (2025). Home-Grown School Feeding: Case studies and guidance.
- Nixon, N., et al. (2025). A scoping review linking school meals contracts with food quality and outcomes. PLOS ONE.
- State of Childhood Obesity. (2023). School Nutrition and Meal Cost Study: Summary of Findings.
- IDN Times. (2025). Ada kejanggalan pengadaan barang dan jasa MBG, BGN tabrak aturan.
- Bisnis.com. (2025). Mitra MBG gelembungkan anggaran lebih tinggi dari harga pasar.
Tentang Penulis
Dr. Dharma Leksana, S.Th., M.Si., M.Th. adalah teolog, wartawan senior, dan pendiri Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI). Ia menempuh studi teologi di Universitas Kristen Duta Wacana, melanjutkan Magister Ilmu Sosial dengan fokus media dan masyarakat, serta meraih Magister Theologi melalui kajian Teologi Digital. Gelar doktoralnya diperoleh di STT Dian Harapan dengan predikat Cum Laude lewat disertasi Algorithmic Theology: A Conceptual Map of Faith in the Digital Age.
Sebagai penulis produktif, ia telah menerbitkan ratusan buku akademik, populer, dan sastra, di antaranya Teologi Algoritma: Peta Konseptual Iman di Era Digital dan Membangun Kerajaan Allah di Era Digital. Kiprahnya menjembatani dunia teologi, media digital, dan transformasi.