
Sejarah Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)
Resensi Novel
Marturia Digital: Sejarah Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia
Penulis: Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
Penerbit: PWGI.ORG (Self-published, 2025)
Tebal: ±300 halaman
Novel ini menempuh jalur yang jarang dilalui: ia menulis sejarah organisasi dengan gaya naratif yang menghidupkan fakta menjadi kisah iman. Di tangan Dr. Dharma Leksana, kisah lahirnya Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) bukan hanya catatan institusional, tetapi perjalanan spiritual tentang bagaimana gereja belajar bersuara di dunia digital.
Dari ruang sederhana di Depok hingga panggung Sidang Raya PGI di Toraja, pembaca dibawa menyaksikan api kecil “Marturia Digital” yang tumbuh menjadi obor pelayanan lintas denominasi. Narasi-narasi seperti Pelatihan Perdana di Rawamangun, 1 Gereja 2 Wartawan, hingga Menyapa Arus Utama disajikan dengan gaya dokumenter reflektif—mencampurkan fakta sejarah, dialog hidup, dan refleksi teologis.
Tema utamanya jelas: pewartaan Injil di era digital bukan hanya mungkin, tapi mendesak. Gereja tak boleh hanya menjadi konsumen informasi; ia harus menjadi produsen narasi kasih. Melalui program-program seperti 1 Gereja 2 Wartawan, PWGI tampil sebagai gerakan oikumenis yang mengajak jemaat menjadi saksi iman melalui berita, artikel, dan media sosial.
Dr. Dharma menulis dengan ritme yang tenang namun tegas. Ia memadukan disiplin jurnalistik dengan spiritualitas pewartaan, menghadirkan jurnalisme profetik—di mana pena, kamera, dan gawai menjadi alat pelayanan. Tokoh-tokoh nyata seperti Carlla Paulina, Pdt. Jahenos Saragih, dan Pdt. Hosea Sudarna dihadirkan bukan sebagai figur heroik, melainkan pelaku iman yang bergulat dalam keterbatasan.
Novel ini menolak sekadar menjadi kronik organisasi. Ia lebih menyerupai narasi teologis tentang komunikasi iman di abad digital—bagaimana kabar baik dapat ditulis, dibagikan, dan diterima di tengah bisingnya media modern.
Nilai Literatur dan Spiritualitas
Secara literer, gaya penulisan novel ini menggabungkan reportase jurnalistik dengan pendekatan naratif-emosional. Pembaca menemukan kesaksian iman yang konkret dalam bentuk cerita: obrolan di kafe, pelatihan kecil, perdebatan di ruang rapat, hingga renungan tengah malam.
Secara spiritual, novel ini adalah ajakan untuk menulis dengan iman, membaca dengan kasih, dan berbagi dengan tanggung jawab. “Marturia Digital” menjadi metafora tentang Firman yang menjelma ke dalam bahasa baru—bahasa media.
Relevansi
Bagi kalangan gereja, jurnalis rohani, dan pemerhati teologi digital, novel ini bukan sekadar bacaan sejarah, melainkan panduan misi. Ia mengajarkan bahwa pelayanan kini tak hanya di mimbar, tetapi juga di layar. Bagi masyarakat luas, ia menawarkan model literasi digital berbasis kasih, keadilan, dan kerukunan.
Kata Kunci
PWGI, Wartawan Gereja, Marturia Digital, Jurnalisme Gereja, Teologi Digital, Gereja di Era Digital, Dr. Dharma Leksana, Gerakan Oikumenis Indonesia, 1 Gereja 2 Wartawan, Sejarah PWGI, Pewartaan Iman Digital, Literasi Digital Gereja, Misi Gereja Online, Jurnalisme Profetik.
Hashtag