
Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si. - Penulis
Penulis : Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
Abstrak
Artikel ini mengkaji konsep moderasi beragama sebagai strategi sosial dan teologis untuk merawat toleransi dalam masyarakat majemuk Indonesia, khususnya di tengah dinamika sosial politik dan perkembangan era digital. Moderasi beragama dipahami sebagai sikap jalan tengah dalam beragama—tidak ekstrem, tidak liberal—melainkan seimbang antara komitmen iman dan penghargaan terhadap keberagaman.
Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif-analitis dengan mengacu pada sumber-sumber keagamaan, kebijakan pemerintah, dan studi akademik lintas agama. Hasil kajian menunjukkan bahwa setiap agama di Indonesia memiliki landasan normatif yang mendukung toleransi dan keseimbangan, meskipun implementasinya bergantung pada konteks sosial dan politik.
Di era digital, tantangan moderasi meningkat akibat polarisasi media sosial, politik identitas, dan lemahnya literasi digital. Oleh karena itu, kolaborasi antara tiga pilar—agama, pemerintah, dan masyarakat sipil—diperlukan untuk memperkuat pendidikan kebinekaan, penegakan hukum yang adil, serta pengembangan ruang digital yang menyejukkan.
Kata kunci: moderasi beragama, toleransi, agama, politik digital, kerukunan umat beragama
Pendahuluan
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika menjadi dasar filosofis bagi kehidupan sosial yang menghargai perbedaan agama, etnis, dan budaya. Namun, kemajemukan tersebut juga menghadirkan risiko konflik identitas dan polarisasi. Dalam konteks itu, konsep moderasi beragama muncul sebagai pendekatan strategis untuk menjaga keseimbangan antara keyakinan pribadi dan tanggung jawab sosial-kebangsaan.
Kementerian Agama Republik Indonesia menegaskan bahwa moderasi beragama bukanlah bentuk pendangkalan iman, melainkan cara beragama yang bijak—mengembalikan esensi ajaran agama yang membawa kedamaian dan kasih sayang. Namun, di era digital dan demokrasi prosedural, intoleransi justru kian menguat. Fenomena “gelembung filter” dan “ruang gema” di media sosial menutup ruang dialog dan mempertebal identitas keagamaan yang eksklusif.
Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan: (1) definisi dan hakikat moderasi beragama; (2) konsep toleransi dalam perspektif agama, filsafat, sosial, budaya, dan politik; (3) praktik toleransi dalam masyarakat majemuk Indonesia; (4) tantangan dan peluang moderasi di era digital; serta (5) peran agama dan negara dalam memperkuat kerukunan.
Metodologi Penelitian
Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan metode studi literatur. Data dikumpulkan dari sumber-sumber akademik (buku, jurnal, laporan penelitian, regulasi pemerintah, dan artikel ilmiah daring).
Analisis dilakukan melalui penelusuran konsep, komparasi antaragama, dan interpretasi terhadap dinamika sosial-politik kontemporer di Indonesia. Pendekatan ini memungkinkan pemetaan wacana moderasi beragama lintas disiplin: teologi, sosiologi, dan ilmu politik.
Pembahasan
1. Konsep Moderasi Beragama: Jalan Tengah dalam Beriman
Secara etimologis, moderasi berasal dari kata moderare (Latin) yang berarti “mengatur secara seimbang.” Kementerian Agama mendefinisikan moderasi beragama sebagai sikap beragama yang menolak ekstremisme dan liberalisme berlebihan, serta mengedepankan keseimbangan antara keyakinan dan penghargaan terhadap perbedaan.
Empat indikator utama moderasi beragama menurut Kemenag (2019) ialah:
- Komitmen kebangsaan – menjunjung tinggi nilai Pancasila dan UUD 1945.
- Toleransi – menghormati keragaman.
- Anti-kekerasan – menolak pemaksaan kebenaran iman melalui kekerasan.
- Penerimaan terhadap budaya lokal – akomodatif terhadap kearifan lokal sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Perbedaan antara moderasi beragama dan moderasi dalam beragama juga penting dicatat. Yang pertama berkaitan dengan hubungan antarumat dan antara agama dengan negara; sedangkan yang kedua lebih bersifat spiritual-etis, terkait keseimbangan pribadi dalam menjalankan iman.
2. Konsep Moderasi dan Toleransi dalam Agama-agama di Indonesia
Masing-masing agama besar di Indonesia memiliki landasan moderasi dan toleransi.
- Islam menekankan konsep wasathiyah (pertengahan), adl (keadilan), dan tasamuh (toleransi). Nabi Muhammad digambarkan sebagai teladan umat yang penuh kasih dan damai.
- Kristen mendasarkan moderasi pada kasih dan pengampunan; Yesus menekankan hukum tertinggi kasih kepada Allah dan sesama. Gereja di Indonesia mendorong dialog lintas iman sebagai bentuk kesaksian iman yang dewasa.
- Hindu menekankan keseimbangan kosmis melalui konsep Tri Hita Karana dan Tat Twam Asi—bahwa semua makhluk adalah bagian dari satu kesatuan spiritual.
- Buddha mengajarkan Majjhima Patipada (Jalan Tengah), yaitu keseimbangan antara kesenangan duniawi dan asketisme ekstrem.
- Konghucu menekankan kebajikan (ren), keselarasan (he), dan rasa hormat terhadap perbedaan moral manusia.
Keragaman konsep ini membuktikan bahwa moderasi beragama bukan nilai baru, melainkan warisan universal yang perlu dihidupkan kembali dalam konteks Indonesia kontemporer.
3. Makna dan Akar Toleransi
Istilah toleransi berasal dari bahasa Latin tolerare yang berarti “menanggung” atau “membiarkan.” Dalam filsafat modern, John Locke memandang toleransi sebagai dasar bagi kebebasan beragama; sedangkan John Rawls menempatkannya dalam kerangka justice as fairness—keadilan menuntut kita menghormati kebebasan keyakinan orang lain.
Secara sosiologis, toleransi berarti kemampuan masyarakat untuk menerima keberagaman tanpa kekerasan; dalam politik, ia menjadi mekanisme menjaga stabilitas demokrasi. Dalam budaya Nusantara, nilai toleransi berakar dalam praktik gotong royong, musyawarah, dan semangat rukun.
Dengan demikian, toleransi memiliki dimensi filosofis (pengakuan atas kemanusiaan bersama), religius (menghargai ciptaan Tuhan), sosial (kohesi), dan politik (pengelolaan perbedaan secara damai).
4. Toleransi dalam Masyarakat Majemuk Indonesia
Kemajemukan Indonesia tidak hanya fakta sosiologis, tetapi juga mandat konstitusional. Pasal 29 UUD 1945 menjamin kebebasan memeluk agama dan beribadah. Namun praktiknya sering dihadapkan pada ketegangan antara kebebasan individu dan kepentingan kelompok mayoritas.
Moderasi beragama hadir sebagai paradigma pengelolaan keragaman. Ia mendorong umat beragama untuk:
- meneguhkan identitas iman tanpa memusuhi yang berbeda;
- menghormati hak kelompok lain untuk beribadah;
- menjadikan agama sumber kedamaian, bukan konflik.
Dalam konteks masyarakat majemuk, toleransi berfungsi sebagai jembatan sosial yang memungkinkan pluralitas menjadi kekuatan, bukan ancaman.
5. Toleransi dan Moderasi dalam Dinamika Sosial-Politik di Era Digital
Perkembangan teknologi digital memunculkan paradoks: di satu sisi, membuka ruang dialog lintas iman; di sisi lain, mempercepat penyebaran ujaran kebencian, hoaks, dan polarisasi. Fenomena filter bubble dan echo chamber membuat individu hanya mendengar narasi yang sejalan dengan keyakinannya.
Faktor lain yang memperkuat intoleransi antara lain:
- Demokrasi yang dipahami secara prosedural, bukan substansial.
- Kesenjangan ekonomi yang menumbuhkan rasa tidak adil.
- Lemahnya literasi digital dan budaya kritis masyarakat.
Untuk itu, moderasi beragama perlu diperluas ke ruang digital. Literasi digital keagamaan harus diajarkan agar pengguna media sosial mampu memilah informasi, menolak provokasi, dan menyebarkan narasi damai.
6. Peran Agama dan Pemerintah dalam Merawat Toleransi
a. Peran Agama dan Tokoh Keagamaan
Pemuka agama memiliki tanggung jawab moral menafsirkan ulang teks-teks suci yang berpotensi disalahgunakan untuk membenarkan kekerasan. Mereka perlu menegaskan teologi kerukunan dan menginisiasi kerja sama lintas iman. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) perlu diperkuat agar berfungsi sebagai mediator yang adil, bukan hanya simbol seremonial.
b. Peran Pemerintah
Negara wajib menjamin kebebasan beragama sebagaimana diatur dalam konstitusi. Tugas pemerintah antara lain:
- Menegakkan hukum secara adil terhadap pelaku intoleransi.
- Merevisi regulasi diskriminatif, termasuk penyempurnaan PBM 2006.
- Mengintegrasikan pendidikan kebinekaan dan literasi digital dalam kurikulum nasional.
c. Peran Masyarakat Sipil
Organisasi masyarakat dan komunitas digital dapat membangun “kontra-narasi” positif, seperti kampanye Desa Pancasila, gotong royong lintas iman, atau ruang dialog daring yang menyejukkan.
Kesimpulan
Moderasi beragama adalah strategi kebudayaan dan spiritual untuk menjaga keseimbangan antara iman dan kemanusiaan, antara keagamaan dan kebangsaan. Ia menjadi fondasi bagi toleransi yang kokoh dalam masyarakat majemuk.
Di era digital, tantangan moderasi semakin berat: arus informasi yang tak terkendali, politik identitas, dan krisis literasi digital. Namun, dengan kerja sama sinergis antara agama, pemerintah, dan masyarakat sipil, moderasi dapat menjadi kompas moral bangsa dalam menghadapi gejolak sosial-politik kontemporer.
Toleransi sejati bukanlah sikap pasif, melainkan tindakan sadar untuk mengakui, menghormati, dan melindungi keberagaman. Dengan itu, Indonesia dapat terus menjadi rumah bersama bagi seluruh anak bangsa, di dunia nyata maupun dunia digital.
Daftar Pustaka
- Kementerian Agama Republik Indonesia. (2019). Moderasi Beragama. Jakarta: Kemenag RI.
- Kemenag RI. (2021). “Mengapa Moderasi Beragama?” kemenag.go.id.
- Rawls, J. (1993). Political Liberalism. New York: Columbia University Press.
- Locke, J. (1689). A Letter Concerning Toleration. London.
- Wahid, A. (2006). Islamku, Islam Anda, Islam Kita. Jakarta: The Wahid Institute.
- Syamsuddin, D. (2017). Islam Wasathiyah: Jalan Tengah. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia.
- Suwito, N. (2020). “Moderasi Beragama dalam Perspektif Kristen.” Jurnal Fidei, STT Tawangmangu.
- I Made Wirawan. (2021). “Moderasi dalam Ajaran Hindu.” Jurnal Agama dan Lintas Budaya, 8(2), 45–57.
- Berger, P. L. (1999). The Desecularization of the World. Grand Rapids: Eerdmans.
- Habermas, J. (2012). Religion and Rationality. MIT Press.
- Haryanto, J. T. (2020). Sosiologi Toleransi. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Press.
- Kompas Research & Development. (2023). Potret Toleransi di Indonesia. Jakarta: Harian Kompas.
#ModerasiBeragama
#ToleransiBeragama
#KerukunanUmat
#AgamaDanDigital
#KebinekaanIndonesia
#DialogAntarIman
#TeologiKerukunan
#PeranPemerintah
#LiterasiDigital
#PancasilaDanToleransi
#AgamaUntukDamai
#IndonesiaRukun
#FaithInDiversity
#ModerateReligion
#DigitalHarmony