
Digital Parlementer dan Pemilu Murah
Oleh : Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
Detik-news.com – Jakarta, Fenomena politik global tengah menyaksikan sebuah eksperimen demokrasi yang tidak lazim: pemilihan perdana menteri melalui platform digital. Nepal, negara kecil di kaki Himalaya, baru saja mencatat sejarah dengan menunjuk Sushila Karki—mantan Ketua Mahkamah Agung dan perempuan pertama yang memimpin pemerintahan Nepal—sebagai perdana menteri interim. Yang menarik, proses pemilihannya tidak dilakukan melalui pemilu konvensional, tetapi melalui platform Discord, sebuah aplikasi komunikasi daring yang awalnya populer di kalangan gamer.
Peristiwa ini terjadi di tengah krisis politik yang melanda Nepal setelah pengunduran diri Perdana Menteri KP Sharma Oli menyusul gelombang protes besar-besaran. Penutupan akses media sosial seperti Facebook dan Instagram memicu amarah generasi muda, yang kemudian mengorganisasi diri melalui Discord. Sebuah server dengan lebih dari 145.000 anggota menjadi ruang deliberasi publik, di mana kandidat didiskusikan secara terbuka, kemudian dipilih melalui mekanisme voting digital.
Model ini menghadirkan sebuah bentuk “parlemen digital” yang bersifat inklusif, partisipatif, dan berbiaya rendah. Dengan memanfaatkan teknologi yang sudah tersedia dan akrab bagi generasi muda, mereka berhasil menghasilkan konsensus politik yang kemudian diakui secara resmi oleh Presiden Nepal. Proses ini mencerminkan siklus baru demokrasi: polling digital → konsensus publik → tekanan sosial → keputusan politik.

Kasus Nepal memberi pelajaran penting tentang peluang dan tantangan digitalisasi demokrasi:
- Aksesibilitas dan Efisiensi Biaya. Pemilu digital menghilangkan kebutuhan akan logistik mahal seperti kertas suara, TPS, dan pengawasan fisik.
- Partisipasi Generasi Muda. Menggunakan medium yang mereka pahami (Discord), Gen Z Nepal berhasil menggerakkan massa tanpa harus turun ke jalan.
- Legitimasi Sosial. Konsensus yang dihasilkan cukup kuat untuk mendorong pemerintah mengesahkannya menjadi keputusan politik formal.
Namun, pendekatan ini juga menimbulkan pertanyaan kritis. Bagaimana menjamin keamanan siber dan keabsahan suara? Bagaimana memastikan inklusivitas bagi kelompok yang tidak memiliki akses digital? Bagaimana mencegah manipulasi atau dominasi opini oleh kelompok tertentu?
Meskipun demikian, inisiatif ini menandai transformasi penting dalam praktik demokrasi. Discord, yang selama ini identik dengan ruang obrolan komunitas, kini berevolusi menjadi forum deliberasi politik yang efektif. Nepal, tanpa infrastruktur digital mewah atau anggaran miliaran, justru menunjukkan bahwa kepercayaan, koordinasi, dan keberanian sosial bisa menciptakan inovasi politik yang radikal.
Bagi negara lain, termasuk Indonesia, fenomena ini menjadi cermin sekaligus tantangan. Apakah kita siap membayangkan pemilu murah, transparan, dan sepenuhnya digital? Apakah kita bersedia membangun ruang publik daring yang terbuka, aman, dan inklusif sebagai alternatif dari mekanisme politik konvensional?
Nepal telah menunjukkan satu kemungkinan: demokrasi dapat dipraktikkan di ruang yang kita bangun sendiri—selama ada komitmen kolektif dan kepercayaan publik. Tantangannya sekarang adalah bagaimana menjadikan “parlemen digital” ini bukan sekadar solusi krisis, tetapi prototipe masa depan demokrasi.
Catatan Kaki:
- Dini Daniswari, “Gen Z Nepal Gunakan Discord untuk Pemilu, Pilih Sushila Karki Sebagai PM Sementara,” Kompas.com, 14 September 2025.
- “Profil Sushila Karki, Perdana Menteri Nepal Baru yang Dipilih Rakyat Lewat Aplikasi Discord,” Suara.com, 14 September 2025.
Daftar Pustaka (APA Style):
- Daniswari, D. (2025, September 14). Gen Z Nepal Gunakan Discord untuk Pemilu, Pilih Sushila Karki Sebagai PM Sementara. Kompas.com. https://www.kompas.com/sulawesi-selatan/read/2025/09/14/053000588/gen-z-nepal-gunakan-discord-untuk-pemilu-pilih-sushila-karki
- Suara.com. (2025, September 14). Profil Sushila Karki, Perdana Menteri Nepal Baru yang Dipilih Rakyat Lewat Aplikasi Discord. https://www.suara.com/news/2025/09/14/profil-sushila-karki-perdana-menteri-nepal
Hashtag:
#DigitalParlementer,
#PemiluDigital,
#DemokrasiDigital,
#Nepal,
#SushilaKarki,
#PemiluMurah,
#DiscordPolitics,
#VotingOnline,
#GenZPolitics,
#PoliticalInnovation,
#FutureOfDemocracy,
#DigitalTransformation,
#ParlemenDigital,
#TeknologiPolitik,
#InovasiSosial, #DemokrasiMasaDepan

Langkah akademiknya mencapai puncak pada jenjang Doktor Teologi (D.Th.) di Sekolah Tinggi Teologi Dian Harapan, Jakarta, dengan predikat Cum Laude. Disertasinya yang fenomenal berjudul “Algorithmic Theology: A Conceptual Map of Faith in the Digital Age” melahirkan gagasan Teologi Algoritma—sebuah locus baru dalam upaya kontekstualisasi iman di tengah realitas digital. Melalui penelitian tersebut, ia menegaskan bahwa algoritma dapat dipahami sebagai locus theologicus baru, sementara Logos—Sabda Allah—tetap menjadi pusat iman Kristen, bahkan di era logika algoritmik yang mendominasi kehidupan digital.
Disertasi tersebut kini telah diterbitkan dalam dua versi:
- “Teologi Algoritma: Peta Konseptual Iman di Era Digital” (Bahasa Indonesia)
👉 Baca di sini - “Algorithmic Theology: A Conceptual Map of Faith in the Digital Age” (Bahasa Inggris)
👉 Baca di sini
Karya akademisnya pada jenjang magister juga sudah dibukukan dalam “Membangun Kerajaan Allah di Era Digital” 👉 akses di sini serta dapat dilihat lengkap 👉 di sini.
Selain karya ilmiah, Dharma Leksana produktif menulis ratusan buku dalam bentuk penelitian akademik, buku populer, kumpulan puisi, hingga novel. Karya-karya tersebut dapat diakses melalui TOKO BUKU PWGI 👉 lihat koleksi.