
Marsombuh Sihol 2025 HSSBP
Detik-news.com – Jakarta — Pagi itu, Sabtu (9/8/2025), Aula Cattelya di Gedung Serbaguna Senayan, Jakarta, berubah menjadi lautan merah putih. Senyum lebar, pelukan hangat, dan sapaan penuh rindu terdengar di setiap sudut. Dari Bekasi, Tangerang, Bogor, Depok, Jakarta Barat, hingga Cikarang, ratusan keluarga besar Harungguan Saragih Simarmata Boru dan Panogolan (HSSBP) datang dengan satu tujuan: marsombuh sihol — melepaskan rindu, bersyukur, dan merayakan persaudaraan.
Bagi mereka, Marsombuh Sihol bukan sekadar agenda tahunan. Ia adalah ritual kebersamaan, di mana cerita masa lalu, doa untuk masa depan, dan kekayaan adat Simalungun berpadu dalam harmoni. Sejak pagi, dentingan musik tradisional dan derap langkah tortor menyambut setiap tamu yang datang, seolah mengatakan: Horas, selamat datang di rumah!
Dari Ide Sederhana Menjadi Perhelatan Besar
Ketua Panitia, Tuahta Aloysius Saragih, bercerita bahwa gagasan acara ini lahir secara spontan saat ia dan beberapa senior Saragih Simarmata berkumpul.
“Domma dokah, hita lang juppah”
(Sudah lama kita tidak berjumpa)
“Dear ma anggo bahen hita pesta Marsombuh Sihol”
(Kalau begitu, mari kita buat pesta Marsombuh Sihol)
Dari percakapan sederhana itu, lahirlah ide yang berkembang menjadi perhelatan besar, dihadiri lebih dari seribu orang dari berbagai wilayah.
Rangkaian Penuh Makna
Acara dibagi menjadi dua bagian besar: Ibadah dan Perayaan Budaya.
Ibadah dipenuhi lantunan doa dan nyanyian rohani, membangkitkan rasa syukur kepada Tuhan. Panggung budaya kemudian menjadi milik para penari tortor sombah, tortor riap, dihar Simalungun, dan gual Simalungun. Penampilan Derapstar Entertainment semakin memeriahkan suasana.
Tidak hanya itu, ada cek kesehatan gratis, makan bersama, pelantikan pengurus baru HSSBP dari delapan wilayah, dan lucky draw yang membuat kehangatan bercampur dengan keriuhan gembira.
Lebih dari Sekadar Nostalgia
Bagi keluarga besar Saragih Simarmata, Marsombuh Sihol adalah cara untuk menjaga akar budaya.
“Marsombuh Sihol ndang holan pangirimon masa na marlabas, alai do pe pangurupi pasu-pasu Tuhan dohot patuduhon kasih persaudaraan”
(Marsombuh Sihol bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menghidupi berkat Tuhan dan menunjukkan kasih persaudaraan)
Pesan ini menjadi pengingat bahwa budaya bukan sekadar warisan, melainkan identitas yang perlu dihidupi dalam keseharian.
Warisan untuk Generasi Selanjutnya
Di akhir acara, Aloysius menutup dengan pesan adat yang sarat makna:
“Batu ni Parbabaan, i atas ni bah Toba. Marga Simarmata, gabe ma nasida i dunia. Sai tongtong ma nasida dapotan pasu-pasu. Horas, Horas, Horas!”
(Batu asal mula keluarga ini ada di tepi Danau Toba. Marga Simarmata, semoga mereka berkembang di seluruh dunia. Semoga mereka selalu mendapatkan berkat. Horas! Horas! Horas!)
Hari itu, Jakarta menjadi saksi bahwa rindu dapat dijembatani oleh tarian, syukur dapat diekspresikan lewat kebersamaan, dan budaya dapat menjadi perekat yang tak lekang oleh waktu. Marsombuh Sihol 2025 bukan sekadar pesta; ia adalah warisan hidup yang akan terus dikenang, dibicarakan, dan dirayakan lintas generasi.
(Dharma El./Red.***)