Detik-news.com – Slawi — Natal tak selalu dirayakan melalui liturgi dan khotbah. Pada tanggal 25–26 Desember 2025, Yayasan Sahabat Baikku Indonesia memilih jalan berbeda dengan menghadirkan drama musikal bertema “Kembali kepada Keluarga” di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Slawi, Jalan Jenderal Sudirman No. 15 Slawi. Pertunjukan yang digelar tiga kali sehari, pukul 14.30, 17.00, dan 19.30 ini menyedot perhatian masyarakat dan warga gereja lintas denominasi.
Kesaksian Natal Lewat Seni
Menurut Pastor Yabez, B.A., Gembala Sidang GBI Slawi, drama musikal tersebut merupakan bentuk kesaksian Natal yang dibuka untuk masyarakat dan warga gereja secara luas. Karena itu, pada 25–26 Desember gereja tidak menggelar ibadah Natal.
“Ibadah Natal sudah kami laksanakan pada 21 Desember 2025. Lewat drama ini, Yayasan Sahabat Baikku Indonesia dan jemaat GBI Slawi bersaksi serta mengajak keluarga-keluarga merenungkan kembali makna Natal,” ujarnya.

Kisah Keluarga dan Ujian Kekayaan
Drama yang seluruh pemainnya adalah jemaat GBI Slawi ini menuturkan kisah keluarga Pak Anton bersama dua putrinya, Gladys dan Gloria. Pementasan dibuka dengan adegan simbolik tentang proses kelahiran seorang anak yang dimetaforakan sebagai tanaman yang dirawat dengan kasih dan kesabaran. Sebuah pengantar lembut tentang peran keluarga dalam membentuk iman dan karakter anak anak.
Kisah kemudian bergerak pada perjuangan Pak Anton dan istrinya yang berasal dari desa, bekerja keras membangun keluarga agar sukses dan sejahtera. Impian itu tercapai. Kekayaan, kedudukan, dan relasi sosial membawa mereka pindah ke kota. Namun keberhasilan material harta benda itu justru menghadirkan ujian yang lebih dalam.

Ketika Anak Pergi dan Pulang
Pada ulang tahun ke-17, Gloria meminta harta warisan untuk melanjutkan sekolah di kota megapolitan. Perdebatan dalam keluarga terjadi, dan akhirnya keputusan Pak Anton mengabulkan permintaan tersebut menjadi titik balik cerita.
Gloria terjerumus dalam gaya hidup berfoya-foya bersama teman-teman barunya di sekolah. Saat hartanya habis, ia ditinggalkan dan terpuruk. Dirinya melamar pekerjaan dan harus bekerja sebagai karyawan baru memberi makan babi demi bertahan hidup. Adegan yang disajikan dengan kuat dalam menarik emosional penonton.
Dalam keputusasaan, Gloria memilih pulang. Ia tak lagi meminta diakui sebagai seorang anak seperti dulu, melainkan sebagai pelayan. Perjumpaan dengan orang tuanya berlangsung tegang, seru, mendebarkan, sekaligus mengharukan. Dengan kasih, akhirnya mengalahkan amarah. Gloria diampuni, diterima kembali sebagai seorang anak, dan dirayakan dengan pesta.

Luka Kakak yang Tertinggal
Konflik belum usai. Gladys, sang kakak, merasa diperlakukan tidak adil. Ia yang selama ini patuh dan setia justru merasa tak pernah mendapat perhatian yang sama. Amarah, dendam dan kekecewaan meledak, membuatnya memberontak dan menjauh dari keluarga.
Melalui pendekatan, dialog, dan ketulusan hati, Gloria perlahan meluluhkan hati kakaknya. Keluarga Pak Anton akhirnya mengambil keputusan radikal : meninggalkan kemewahan, menjual seluruh aset, dan kembali ke desa untuk memulai hidup baru.
Drama ditutup dengan sentuhan humor saat Gloria bertanya apakah di desa nanti ia masih bisa menikmati makanan ala kota. Sebuah penanda bahwa proses pulang dan pertobatan tetap dijalani secara manusiawi. Timbul dan tenggelam dalam rasa.
Apresiasi
Apresiasi pada drama musikal ini datang dari Ketua Badan Kerjasama Gereja-Gereja (BKSG) Kabupaten Tegal, Pdt. Bambang Wijanarko, M.Pd. Ia menilai drama tersebut digarap dengan totalitas yang tinggi.
Seluruh pemain dan tim produksi menjalani latihan intensif sejak Agustus 2025, dengan frekuensi dua kali dalam sepekan selama sekitar lima bulan. Meski diproduksi oleh anak-anak muda dari kota kecil, kualitas garapannya dinilai mampu bersaing dengan karya serupa dari kota-kota besar.
Aksi Natal yang Berlanjut
Di akhir acara, Ketua Yayasan Sahabat Baikku Indonesia, Pdp. Hanna Phanuela, menjelaskan bahwa drama ini merupakan bagian dari aksi Natal yayasan. Fokus yayasan diarahkan pada kepedulian sosial dan pendidikan, khususnya bagi anak-anak dan masyarakat di bantaran sungai yang membutuhkan perhatian dan pendampingan.
Melalui seni, cerita, dan empati, Natal kali ini tak hanya dirayakan, tetapi dihidupi mengajak setiap orang untuk pulang, bukan sekadar ke rumah, melainkan ke keluarga dan kasih yang memulihkan. (sugeng ph/Red)
