Detik-news.com – Slawi, Sabtu pagi, 13 Desember 2025, suasana Universitas Harkat Negeri (UHN) Tegal tampak terlihat sepi. Setelah waktu menunjukkan pukul 07.30 WIB, mulai terlihat puluhan mahasiswa-mahasiswi berkumpul. Mereka akan mengikuti kegiatan pembelajaran lapangan dalam Program Pendidikan Agama Lintas Iman. Kegiatan ini tidak sekadar kunjungan, tetapi menjadi ruang dialog, refleksi, dan pemahaman antar iman di tempat ibadah.
Mahasiswa-mahasiswi diajak mengunjungi tiga rumah ibadah yang merepresentasikan keberagaman keyakinan di Kabupaten Tegal, yakni Klenteng Ban Eng Bio Adiwerna, Vihara Buddha Sasana Dipa Slawi, dan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Slawi. Rangkaian kunjungan berlangsung dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB.
Kegiatan ini didampingi oleh dosen pengampu Pendidikan Agama Lintas Iman, Pdt. Dr. Sugeng Prihadi, M.Min., M.Th, bersama jajaran pimpinan akademik universitas. Turut hadir Direktur Pengembangan Akademik, M. Fikri Hidayatullah, M.Kom, serta Kepala Bagian Administrasi, Ahmad Maulana, S.Kom., M.Tr.T.

Menyimak Sejarah dan Spiritualitas di Klenteng
Tempat ibadah pertama yang dikunjungi adalah Klenteng Ban Eng Bio Adiwerna. Di tempat ini, mahasiswa memperoleh penjelasan langsung dari Js. Suhardjo, salah satu rohaniwan klenteng.
Ia memaparkan sejarah berdirinya klenteng, fungsi ruang ibadah, serta praktik keagamaan yang dilakukan umat, baik secara personal maupun kolektif. Penjelasan tersebut disampaikan membantu mahasiswa memahami makna simbol-simbol yang selama ini jarang mereka jumpai.
Memahami Ajaran Buddha di Vihara
Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Vihara Buddha Sasana Dipa Slawi. Rombongan disambut oleh Khemawati Sunarni, S.Ag, pendeta muda vihara tersebut, yang menyampaikan apresiasi atas kunjungan mahasiswa lintas agama.
Dalam pemaparannya, Khemawati menjelaskan pokok-pokok ajaran Buddha, termasuk nilai welas asih, pengendalian diri, dan kebijaksanaan sebagai dasar kehidupan spiritual. Ia dengan terbuka menjawab berbagai pertanyaan mahasiswa seputar praktik ibadah serta simbol-simbol yang ada di vihara.
Hizkhiel Pasaji Nasucha, mahasiswa Program Studi S-1 Ilmu Hukum, mengajukan pertanyaan terkait praktik ibadah dalam agama Buddha serta tarian yang kerap digunakan dalam konteks ritual dan budaya di Thailand. Ia ingin mengetahui apakah tarian tersebut merupakan bagian dari ajaran Buddha atau bentuk kontekstualisasi budaya lokal.
Diskusi ini membuka pemahaman mahasiswa tentang relasi antara agama dan budaya di berbagai konteks sosial.

Dialog Terbuka di GKJ Slawi
Kunjungan terakhir dilakukan di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Slawi. Penatua TriantoBudiatmoko, S.S., M.Si menyampaikan rasa bahagianya karena GKJ Slawi untuk pertama kalinya menerima kunjungan mahasiswa lintas agama.
Ia memperkenalkan anggota Majelis GKJ Slawi yang hadir, sebelum sesi dialog dilanjutkan oleh Yudha Waskito, S.Si, yang menjawab pertanyaan-pertanyaan mahasiswa secara terbuka dan komunikatif.
Salah satu mahasiswa, Lyokta Nur Latifah, mahasiswa Program Studi S-1 Sains Data yang beragama Islam, menanyakan makna pohon Natal dan palungan yang diletakkan di dekat altar gereja. Pertanyaan tersebut dijawab dengan penjelasan mengenai simbol kelahiran, harapan, dan kasih dalam tradisi Kristen.
Dalam sambutannya, Ahmad Maulana, S.Kom., M.Tr.T menegaskan bahwa program ini merupakan bentuk implementasi konkret dari mata kuliah Pendidikan Agama Lintas Iman yang selama ini dipelajari secara teoretis di ruang kelas.
“Mahasiswa tidak cukup bila memahami agama lain melalui teori saja. Perlu kunjungan langsung ke tempat ibadah, agar mereka belajar menghargai perbedaan, dengan semangat toleransi,” ujarnya.

Merawat Moderasi Beragama
Direktur Pengembangan Akademik M. Fikri Hidayatullah, M.Kom menilai kegiatan ini sebagai ruang belajar yang strategis bagi mahasiswa. Menurutnya, Indonesia sebagai nation state dibangun di atas kebhinekaan yang nyata dan hidup. Sejak awal kelahirannya, bangsa ini tidak disatukan oleh satu agama, satu budaya, atau satu identitas tunggal, melainkan oleh kesadaran bersama untuk hidup berdampingan di tengah perbedaan.
Dialog langsung dan pengalaman lapangan, kata dia, membantu mahasiswa memahami keberagaman secara lebih utuh dan manusiawi. Melalui kunjungan lintas iman ini, mahasiswa tidak hanya mengenal perbedaan ajaran dan tradisi keagamaan, tetapi juga belajar menumbuhkan sikap saling menghormati. Di tengah masyarakat yang majemuk, pengalaman semacam ini menjadi bekal penting untuk merawat moderasi beragama dan memperkuat harmoni sosial (sugeng ph/Red)
