PKUB dan Paradoks Kerukunan Tahun 2019-2024
Oleh : Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
I. Pendahuluan Strategis
A. Konteks Kebijakan dan Peta Jalan KBB di Indonesia (2019–2024)
Periode 2019 hingga 2024 merupakan masa di mana Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia secara intensif mengarusutamakan kebijakan Moderasi Beragama.1 Kerangka kebijakan ini, yang secara eksplisit tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenag 2020–2024, bertujuan untuk mencapai “pengukuhan suasana kerukunan hidup umat beragama yang harmonis”.2 Tujuan ini diukur melalui Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) yang secara statistik diklaim mengalami peningkatan persepsi positif di masyarakat.
Meskipun demikian, analisis mendalam menunjukkan adanya pola yang kompleks dan kontradiktif dalam dinamika Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB). Data yang dihimpun menunjukkan bahwa peningkatan Indeks KUB berbanding terbalik dengan peningkatan insiden pelanggaran KBB faktual. Pelanggaran yang dicatat oleh lembaga independen, seperti SETARA Institute, justru mencapai titik tertinggi, dengan 260 peristiwa dan 402 tindakan pada tahun 2024,angka tertinggi dalam empat tahun terakhir.3 Konflik faktual ini mayoritas berpusat pada isu perizinan rumah ibadah dan diskriminasi berbasis keyakinan minoritas.
B. Mandat, Fungsi, dan Relevansi Strategis PKUB Kemenag RI
Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) berada di garda depan dalam mengemban mandat konstitusional Kemenag untuk memelihara kerukunan. Sebagai unit teknis eselon 2, fungsi PKUB mencakup tiga pilar utama 4:
- Perumusan Kebijakan: Menyusun rencana, program, kegiatan, dan anggaran (DIPA) yang spesifik di bidang kerukunan umat beragama.
- Pelaksanaan Teknis: Melaksanakan koordinasi, bimbingan teknis di bidang bina lembaga kerukunan agama (seperti Forum Kerukunan Umat Beragama/FKUB), dan harmonisasi umat beragama.
- Evaluasi dan Pelaporan: Bertanggung jawab atas evaluasi dan pelaporan kinerja di bidang kerukunan.
Relevansi PKUB diperkuat dengan implementasi program hingga tingkat akar rumput, termasuk penguatan perspektif Moderasi Beragama bagi Sumber Daya Manusia (SDM) di Kantor Urusan Agama (KUA) dan pengembangan Early Warning and Response System (EWS) di KUA.5 Program-program ini dirancang untuk mewujudkan kerukunan melalui dialog lintas iman dan fasilitasi pendirian rumah ibadah.
C. Struktur Argumentasi dan Tujuan Kritis Laporan
Laporan ini bertujuan untuk melakukan analisis kritis, obyektif, dan mendalam terhadap peran dan efektivitas PKUB Kemenag RI selama periode 2019–2024. Analisis didasarkan pada pengujian tiga premis kritis:
- Paradoks KUB: Indeks KUB yang meningkat merupakan metrik perseptual yang gagal mencerminkan realitas pelanggaran KBB faktual di lapangan, menunjukkan kesenjangan antara narasi kerukunan elit dan praktik di akar rumput.
- Akuntabilitas Tata Kelola: PKUB belum mampu menerapkan tata kelola berbasis data (evidence-based policy) yang transparan, karena tidak tersedia data publik yang menghubungkan alokasi anggaran (DIPA) dengan indikator hasil (outcome) pengurangan konflik.
- Kegagalan Regulasi: PKUB masih terperangkap dalam kerangka Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006 yang kontroversial dan dinilai membatasi hak KBB, alih-alih melindunginya, khususnya terkait isu perizinan rumah ibadah.
II. Kerangka Konseptual: Analisis Regulasi dan Moderasi Beragama (Integrasi Kebijakan)
A. Definisi KBB dan Keterbatasan Regulasi
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) adalah hak fundamental yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Dalam konteks kebijakan PKUB, KBB harus diperlakukan sebagai pemenuhan hak sipil, bukan sekadar urusan harmonisasi hubungan antar-penganut. Kemenag sendiri mengakui bahwa regulasi yang mengatur kerukunan beragama masih kurang memadai 6, menandakan adanya celah legislasi yang seharusnya menjadi fokus utama perumusan kebijakan PKUB.4 Celah ini membuka ruang bagi peraturan daerah atau kebijakan lokal yang diskriminatif, yang pada akhirnya memicu pelanggaran faktual.
B. Implementasi Program PKUB: Arah dan Jangkauan
PKUB menerjemahkan strategi Moderasi Beragama menjadi aksi konkret, terutama melalui penguatan kapasitas SDM KUA dan implementasi Early Warning and Response System (EWS) di tingkat KUA.5 KUA adalah unit pemerintahan terdepan yang paling dekat dengan masyarakat dan seharusnya menjadi titik deteksi dini konflik.
Namun, meskipun KUA telah dilengkapi dengan EWS dan penguatan perspektif moderasi, angka pelanggaran KBB faktual tetap tinggi dan fluktuatif, bahkan mencapai puncaknya pada 2024. Fenomena ini mengindikasikan bahwa sistem deteksi dini tersebut mungkin tidak efektif dalam mengidentifikasi dan merespons konflik latent. Pelanggaran KBB seringkali bersifat sangat lokal, cepat menyebar, dan membutuhkan intervensi yang memiliki daya paksa hukum. Jika EWS KUA gagal menekan 260 peristiwa pelanggaran, ini menunjukkan bahwa kewenangan KUA terlalu terbatas untuk melakukan intervensi substantif atau sistem peringatan dini yang digunakan lebih fokus pada gejala daripada akar konflik berbasis regulasi diskriminatif.
C. Analisis Kritis Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006
PBM 9/8 tahun 2006, yang mengatur Pendirian Rumah Ibadah, merupakan regulasi paling sentral yang menjadi sumber utama masalah pelanggaran KBB, terutama pembatasan ibadah. Peraturan ini mensyaratkan persetujuan minimal 60 pengguna dan 90 penduduk setempat, di mana proses ini difasilitasi oleh FKUB.
- Kontroversi FKUB sebagai Otoritas Veto: FKUB, yang seharusnya berperan sebagai mediator dan motor penggerak kerukunan 7, dalam praktiknya di banyak kasus justru bertindak kontraproduktif. FKUB dikritik karena sering menolak memberikan rekomendasi atau bahkan merekomendasikan penutupan rumah ibadah minoritas.9 Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie, menyoroti bahwa FKUB kerap menjadi tempat ‘cuci tangan’ Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menghindari tanggung jawab terkait perizinan tempat ibadah.9
- Tuntutan Reformasi: Adanya tuntutan uji materi judicial review yang diajukan oleh PSI dan dukungan dari SETARA Institute terhadap penghapusan peran rekomendasi FKUB 9 menggarisbawahi kegagalan regulasi ini dalam menjamin pemenuhan hak minoritas. Mereka berpendapat bahwa perizinan harus dikembalikan ke urusan teknis Pemda.
- Kendala Politik PKUB: PKUB menyadari masalah regulasi ini 6, namun upaya reformasi PBM sangat sensitif secara politik karena harus melibatkan musyawarah dan konsensus dari perwakilan organisasi agama mayoritas (MUI, PGI, KWI, dll.).12 Posisi PKUB sebagai fasilitator pemerintah seringkali membatasi keberaniannya untuk menantang status quo yang didukung oleh kelompok mayoritas, sehingga regulasi diskriminatif ini terus melanggengkan konflik.
D. Moderasi Beragama sebagai Strategi Kunci
Moderasi Beragama adalah kerangka strategis yang diperkenalkan Kemenag untuk menangani ekstremisme dan intoleransi.1 Meskipun narasi ini penting untuk membangun toleransi di tingkat elit dan internal birokrasi, muncul kritik bahwa penekanan yang berlebihan pada wacana ‘moderasi’ dapat mengalihkan fokus dari kebutuhan mendesak akan penegakan hukum dan perlindungan hak sipil bagi kelompok minoritas. Ketika konflik faktual (seperti perusakan fasilitas keagamaan dan persekusi) meningkat, program yang berfokus pada dialog umum (top-down) mungkin tidak cukup untuk memberikan keadilan bagi korban yang haknya dilanggar.13
III. Analisis Kesenjangan: Indeks KUB versus Realitas Pelanggaran Faktual
Analisis ini menunjukkan inti dari “Paradoks Kerukunan,” yaitu diskrepansi signifikan antara data perseptual pemerintah dengan data faktual pelanggaran di lapangan.
A. Evaluasi Metodologi Indeks KUB Kemenag (2019–2024)
Indeks KUB Kemenag menunjukkan tren peningkatan stabil, dari 73,83 pada 2019 menjadi 76,47 pada 2024, mencerminkan kenaikan 3,38 poin dalam lima tahun.14 Peningkatan ini diinterpretasikan sebagai keberhasilan dalam peningkatan persepsi masyarakat terhadap toleransi.
Namun, kritik akademik terhadap metodologi KUB mengungkapkan adanya kelemahan fundamental:
- Kritik Kualitas Indikator: Studi menunjukkan bahwa Indeks KUB cenderung mengukur harmoni pasif (hubungan keagamaan) dengan skor tinggi, namun gagal menangkap toleransi aktif. Salah satu sub-variabel, yaitu “kesediaan ikut aktif dalam acara keagamaan orang lain,” mendapatkan nilai sangat rendah (1,83).15
- Bias Mayoritas: Terdapat indikasi bias dalam data di mana mayoritas responden dari kelompok agama mayoritas cenderung berada pada level indeks rendah atau sangat rendah untuk variabel toleransi aktif.15
Hal ini memperkuat kesimpulan bahwa Indeks KUB adalah metrik yang sensitif terhadap narasi pemerintah dan hubungan elit agama (co-existence), bukan terhadap pemenuhan hak KBB individu di tingkat akar rumput (affirmative action). Peningkatan KUB bisa jadi mencerminkan internalisasi wacana Moderasi Beragama di lingkungan Kemenag, tetapi tidak menjamin perlindungan hukum bagi kelompok rentan.
B. Data Faktual Pelanggaran KBB: Tren dan Pola Konflik
Sebaliknya, data pelanggaran KBB dari sumber independen menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. SETARA Institute mencatat rata-rata 180–250 peristiwa pelanggaran per tahun antara 2019–2023, dengan lonjakan signifikan menjadi 260 peristiwa pada 2024. Pelanggaran didominasi oleh pembatasan ibadah, persekusi keyakinan, dan perusakan fasilitas keagamaan.
Komnas HAM dan Human Rights Watch (HRW) juga mencatat pola konflik laten yang sering muncul di daerah berbasis etno-religius, terutama menjelang tahun politik.16 Wilayah seperti Jawa Barat konsisten mencatat insiden tertinggi.17 Temuan ini menunjukkan bahwa program PKUB belum sepenuhnya menjangkau daerah rawan intoleransi yang berada di luar zona prioritas kegiatan Kemenag.
C. Korelasi Data dan Paradoks Kerukunan
Tabel korelasi berikut memperjelas kegagalan program PKUB dalam menciptakan kausalitas yang positif (KUB naik, pelanggaran turun).
Tabel 1. Disposisi Konflik: Korelasi Indeks KUB Kemenag dan Peristiwa Pelanggaran KBB Faktual (2019–2024)
| Tahun | Indeks KUB (Kemenag) | Peristiwa Pelanggaran KBB (SETARA/Estimasi) | Pola Korelasi Awal | Implikasi Kritis |
| 2019 | 73,83 | ±200 | Tidak signifikan | KUB tinggi, pelanggaran signifikan. |
| 2020 | 67,46 | ±230 | Korelasi negatif | KUB turun tajam, pelanggaran naik. |
| 2021 | 72,39 | ±190 | Korelasi positif | KUB pulih, pelanggaran turun. |
| 2022 | 73,09 | ±210 | Stabil | Kenaikan KUB marginal, pelanggaran mulai meningkat lagi. |
| 2023 | 76,02 | ±240 | Korelasi negatif | KUB meningkat pesat, pelanggaran meningkat tajam. |
| 2024 | 76,47 | 260 | Korelasi negatif kuat | KUB tertinggi, pelanggaran juga mencapai puncaknya. |
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa korelasi antara peningkatan Indeks KUB dan jumlah pelanggaran KBB tampak lemah atau cenderung negatif, terutama dalam dua tahun terakhir (2023–2024). Analisis ini menyoroti bahwa peningkatan persepsi kerukunan yang berhasil dibangun PKUB belum menekan konflik aktual di lapangan. Jika program PKUB efektif, seharusnya ada korelasi negatif yang konsisten. Kenaikan KUB mungkin mencerminkan keberhasilan PKUB dalam komunikasi dan internalisasi Moderasi Beragama di tingkat elit atau internal Kemenag/FKUB. Namun, kegagalan dalam menekan insiden faktual menunjukkan bahwa program PKUB tidak memiliki mekanisme intervensi efektif terhadap aksi intoleransi terorganisir atau kebijakan diskriminatif daerah. Oleh karena itu, PKUB perlu mengalihkan sumber daya dari program dialog generik (output-based) ke program mitigasi konflik berbasis legal dan penegakan hukum (outcome-based).
IV. Evaluasi Tata Kelola Kelembagaan PKUB dan Akuntabilitas
A. Audit Transparansi Anggaran (DIPA) PKUB (2019–2024)
Salah satu celah kritis dalam tata kelola PKUB adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas anggaran. Meskipun PKUB bertanggung jawab atas perumusan anggaran 4 dan proses perencanaan alokasi anggaran dilakukan 18, tidak tersedia data agregat publik yang secara eksplisit menghubungkan realisasi DIPA PKUB 2019–2024 dengan penurunan tingkat insiden KBB di wilayah spesifik.
Ketiadaan data publik yang mengaitkan investasi program dengan hasil faktual (pengurangan insiden) menghambat evaluasi kebijakan berbasis data (evidence-based policy). Kondisi ini menunjukkan PKUB belum melaksanakan fungsi evaluasi dan pelaporan secara optimal, sehingga menciptakan moral hazard di mana program dapat terus dijalankan tanpa teruji dampaknya di lapangan.
B. Kritik Sistem Evaluasi Program: Dari Output ke Outcome
Sistem evaluasi PKUB saat ini cenderung berfokus pada output (misalnya, jumlah kegiatan dialog yang dilaksanakan, jumlah peserta pelatihan, atau terbitnya laporan), bukan pada outcome yang terukur (misalnya, resolusi konflik yang berhasil atau penurunan rating daerah rawan intoleransi). Kesenjangan ini terlihat jelas ketika membandingkan fokus program dengan jenis pelanggaran utama.
Tabel 2. Fokus Program PKUB versus Jenis Pelanggaran KBB (2019-2024)
| Jenis Pelanggaran KBB Utama (SETARA/Komnas HAM) | Fokus Program PKUB (2019-2024) | Tingkat Keterjangkauan Solusi PKUB | Kesenjangan Kritis |
| Pembatasan/Penutupan Rumah Ibadah | Fasilitasi dan Mediasi PBM (via FKUB) | Kontroversial dan kontraproduktif.9 Terbatas pada implementasi regulasi yang cacat. | PKUB gagal menetralkan FKUB dari kepentingan mayoritas lokal dan gagal mereformasi PBM 9/8. |
| Diskriminasi/Persekusi Kelompok Minoritas | Dialog Lintas Iman, Moderasi Beragama Top-down | Tidak memiliki daya paksa hukum di tingkat lokal; kurang menyentuh aparat Pemda yang diskriminatif. | Fokus pada edukasi daripada penegakan hak dan keadilan 13 yang bersifat promotif. |
| Konflik Laten Etnoreligius Pra-Pemilu | Pelatihan SDM KUA, EWS | Kapasitas SDM KUA terbatas dalam mediasi konflik kompleks.5 | Program PKUB tidak selalu menjangkau daerah rawan intoleransi (di luar zona prioritas kegiatan). |
Analisis ini menunjukkan bahwa program utama PKUB (fasilitasi FKUB) justru terhambat oleh regulasi yang cacat (PBM 9/8), yang menjadi penyebab utama pelanggaran. Jika laporan NGO konsisten menunjuk pada kegagalan FKUB/Pemda lokal 9, ini menunjukkan PKUB gagal melaksanakan fungsi monitoring yang ketat terhadap kinerja FKUB atau gagal memberikan sanksi/intervensi terhadap Pemda yang melanggengkan diskriminasi.
C. Keterbatasan Jangkauan Program PKUB dan Peran FKUB
Selain masalah metodologi evaluasi, terdapat isu penargetan geografis. Meskipun PKUB menjalankan program dialog, kegiatan ini sering gagal menjangkau daerah rawan yang membutuhkan intervensi paling mendesak, karena daerah tersebut seringkali berada di luar zona prioritas yang ditetapkan.
Lebih lanjut, peran FKUB berada di tengah kontradiksi. Sementara beberapa studi kasus menunjukkan keberhasilan FKUB dalam memfasilitasi kerukunan dan perizinan tanpa konflik (misalnya di Kota Pekanbaru) 10, kasus-kasus lain secara masif menyoroti FKUB sebagai gatekeeper yang memveto hak minoritas.9 Kondisi ini menunjukkan bahwa PKUB harus memanfaatkan kewenangan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memastikan tegaknya sanksi administratif terhadap Pemda yang gagal melindungi KBB, mengingat PKUB memiliki mandat evaluasi dan pelaporan.4
V. Sinergi Lintas Sektor dan Integrasi Kebijakan HAM
A. Kelemahan Sinergi Ad Hoc Lintas K/L
Isu KBB bersifat multi-sektoral, melibatkan aspek agama (Kemenag), pemerintahan lokal (Kemendagri), hak asasi manusia (Komnas HAM/Kemenkumham), dan keamanan (BNPT). Meskipun PKUB telah mencoba menjalin sinergi data keagamaan dengan Kemendagri dan ormas 20, koordinasi ini masih bersifat ad hoc dan belum sistematis dalam bentuk platform bersama atau dashboard nasional.
Fragmentasi kebijakan ini memiliki dampak nyata: PKUB beroperasi di ranah dialog dan fasilitasi, sementara Komnas HAM berfokus pada penegakan hak, dan Kemenkumham berfokus pada kerangka legal.21 Kesenjangan ini menyebabkan duplikasi program di bidang dialog, tetapi menghasilkan celah besar di bidang penegakan hukum dan perlindungan korban faktual.13
B. Mendesain Arsitektur Data KBB Nasional
Kebutuhan akan kebijakan One Data Policy untuk KBB sangat mendesak. PKUB berpotensi besar menjadi pusat data nasional KBB. Untuk mewujudkan hal ini, PKUB harus berkolaborasi erat dengan Komnas HAM dan lembaga independen seperti SETARA Institute dan Imparsial untuk menyusun dashboard yang menyajikan data KUB (persepsi) dan data pelanggaran faktual (realitas) secara bersamaan. Hal ini akan memaksa PKUB untuk mengatasi kesenjangan yang ada melalui kebijakan yang benar-benar terinformasi.
C. Kebutuhan Integrasi PKUB dalam Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) 2025–2029
Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) merupakan jalur formal bagi PKUB untuk mengintegrasikan programnya ke dalam kerangka penegakan hak yang lebih luas.22 Untuk menjamin akuntabilitas dan dukungan lintas kementerian/lembaga (K/L), PKUB harus memastikan bahwa kegiatan dan alokasi anggarannya diintegrasikan secara eksplisit dalam pilar “Hak atas Kebebasan Beragama” dalam RANHAM 2025–2029. Integrasi ini akan memastikan bahwa program PKUB diukur berdasarkan standar hak asasi manusia dan memiliki dukungan politik serta anggaran yang kuat dari Kemenko PMK dan Kemenkumham.22
VI. Rekomendasi Kebijakan Prioritas dan Reformasi Struktural
Berdasarkan analisis kritis terhadap Paradoks Kerukunan dan celah tata kelola 2019–2024, enam rekomendasi kebijakan berikut harus menjadi prioritas utama PKUB:
A. Prioritas 1: Keterbukaan Data dan Dashboard Nasional KBB
PKUB wajib membangun dashboard publik yang memuat tren KBB, realisasi program PKUB, dan peta daerah rawan intoleransi (2019–2024) bekerja sama dengan Komnas HAM dan SETARA Institute. Transparansi ini mencakup publikasi data agregat realisasi DIPA PKUB yang dikorelasikan dengan hasil pengukuran konflik.
B. Prioritas 2: Reformasi Tata Kelola PKUB Berbasis Data Outcome
Setiap program DIPA PKUB wajib memiliki Indikator Kinerja Utama (IKU) berbasis hasil (outcome), bukan sekadar output. IKU harus mencakup pengurangan konflik yang terukur di zona merah atau peningkatan skor toleransi aktif (mengatasi kritik metodologi KUB 15). Semua kegiatan harus di-geotagging untuk memastikan sumber daya dialokasikan secara efektif ke daerah yang paling rentan.
C. Prioritas 3: Integrasi DIPA dan Program PKUB dengan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM)
PKUB harus menjadikan kegiatan utamanya, terutama fasilitasi regulasi dan mediasi, sebagai bagian integral dari pilar “Hak atas Kebebasan Beragama” dalam RANHAM 2025–2029.22 Hal ini memerlukan alokasi pos DIPA khusus yang ditandai sebagai belanja KBB-RANHAM.
D. Prioritas 4: Skema Pendanaan Inklusif dan Kemitraan Masyarakat Sipil
PKUB harus mengalokasikan persentase tetap dari DIPA untuk skema hibah kecil yang kompetitif bagi organisasi masyarakat sipil (Ormas), lembaga akademik, dan media yang bekerja pada resolusi konflik berbasis komunitas (bottom-up).24 Kemitraan ini akan memberikan data lapangan yang lebih akurat dan memperluas jangkauan intervensi PKUB.
E. Prioritas 5: Pemantauan Independen dan Audit Sosial
PKUB harus secara rutin mengundang lembaga akademik dan NGO HAM (misalnya Imparsial 13, SETARA) untuk melaksanakan audit sosial independen terhadap implementasi program dan efektivitas penggunaan DIPA. Audit ini penting untuk menjamin objektivitas dan akuntabilitas.
F. Prioritas 6: Penguatan Kapasitas Aparatur dan Reformasi Kewenangan FKUB
Reformasi struktural yang paling krusial adalah revisi total Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006. Kewajiban rekomendasi FKUB untuk perizinan rumah ibadah harus dihapuskan atau diubah menjadi peran fasilitasi non-determinatif.9 PKUB harus memimpin upaya ini untuk mereformasi FKUB dari ‘otoritas veto’ menjadi ‘mediator murni’. Selain itu, diperlukan peningkatan kompetensi anggota FKUB dan SDM KUA melalui pelatihan reguler yang berfokus pada conflict sensitivity dan mediasi HAM berbasis studi kasus lokal.
VII. Penutup dan Proyeksi Kebijakan
Periode 2019–2024 menunjukkan PKUB berada di persimpangan strategis. Meskipun narasi kerukunan yang diusung (Moderasi Beragama) berhasil meningkatkan indeks persepsi (KUB), fakta di lapangan menunjukkan bahwa fondasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan masih rapuh, dibuktikan dengan lonjakan signifikan dalam insiden pelanggaran faktual.
Analisis ini menyimpulkan bahwa PKUB hanya akan efektif jika berani bertransformasi dari fasilitator harmoni wacana menjadi penjamin hak substansial. Transformasi ini menuntut tata kelola berbasis data yang transparan, fokus evaluasi pada outcome pengurangan konflik, dan yang paling fundamental, keberanian politik untuk mereformasi regulasi diskriminatif (PBM 9/8 Tahun 2006). Jika PKUB berhasil mengintegrasikan programnya ke dalam kerangka penegakan HAM nasional (RANHAM) dan menjalin kemitraan substantif dengan masyarakat sipil, PKUB berpeluang besar untuk mengatasi Paradoks Kerukunan dan memperkuat fondasi kebangsaan Indonesia yang majemuk secara berkelanjutan.
Daftar Pustaka dan Catatan Kaki
- Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Kemenag RI. (2024). Data Indeks Kerukunan Umat Beragama 2019–2024..
- SETARA Institute. (2024). Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) 2024..3
- Kementerian Agama RI. (2024). Indeks Kerukunan Umat Beragama 2024 Naik Jadi 76,47..14
- Jurnal Alqalam. Kritik Metodologi Indeks KUB..15
- Kementerian Agama RI. (2020). Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2020-2024..2
- Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag RI. Tugas dan Fungsi Pusat Kerukunan Umat Beragama..4
- Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 24 Tahun 2024. Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama..25
- Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 8 Tahun 2024..5
- Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Peran Pemerintah sebagai Fasilitator Kerukunan Beragama..12
- Kemenag RI. Regulasi Yang Mengatur Kerukunan Beragama Masih Kurang..6
- Imparsial. Di Bawah Bayang-bayang Diskriminasi..13
- Repositori IAIN Palopo. Peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)..7
- Jurnal Al-Tsiqoh. Komunikasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)..8
- Kompas.com. FKUB Dinilai Kontraproduktif, PSI Ajukan Uji Materi Peraturan Mendirikan Rumah Ibadah..9
- Tempo.co. Setara Institute Dukung Penghapusan Rekomendasi FKUB untuk Pendirian Rumah Ibadah..11
- Media Neliti. Peran FKUB dan Pendirian Rumah Ibadat di Kota Pekanbaru..19
- E-Jurnal UIN Suska. Kasus Regulasi Pendirian Rumah Ibadat..10
- Kemenag RI. Kemenag, Kemendagri, hingga Ormas Sinergikan Data Keagamaan..20
- Kemenkumham RI. Pemerintah Jamin Perlindungan Kebebasan Beragama..21
- Jurnal Harmoni Kemenag RI. Politik, Moderasi Beragama, Kebebasan Beragama..1
- Kemenag RI Ditjen Bimas Buddha. Susun Anggaran 2024..18
- Kemenkumham Kalbar. Rapat Koordinasi Kabupaten/Kota Peduli HAM dan RANHAM Tahun 2025..22
- Kemenko PMK. Kemenko PMK Dorong Pelaksanaan RANHAM di Kementerian Lembaga..23
Karya yang dikutip
- View of MODERASI BERAGAMA DALAM TINJAUAN KRITIS KEBEBASAN BERAGAMA – Jurnal Harmoni – Kementerian Agama, diakses November 2, 2025, https://jurnalharmoni.kemenag.go.id/index.php/harmoni/article/view/641/339
- (PDF) Fiqh Kebebasan Beragama ISBN – FULL – ResearchGate, diakses November 2, 2025, https://www.researchgate.net/publication/394939642_Fiqh_Kebebasan_Beragama_ISBN_-_FULL
- KONDISI KEBEBASAN BERAGAMA/BERKEYAKINAN (KBB) 2024 | Setara Institute, diakses November 2, 2025, https://setara-institute.org/kondisi-kebebasan-beragamaberkeyakinan-kbb-2024/
- Tugas dan Fungsi – Aplikasi Rawat Kerukunan – Kementerian Agama, diakses November 2, 2025, https://pkubpusat.kemenag.go.id/pwa/visi-misi
- PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2024 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI, diakses November 2, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Download/357237/2024-Permenag%20nomor%208%20Tahun%202024.pdf
- Regulasi Yang Mengatur Kerukunan Beragama Masih Kurang – Kementerian Agama, diakses November 2, 2025, https://kemenag.go.id/read/regulasi-yang-mengatur-kerukunan-beragama-masih-kurang-3zxop
- efektivitas forum kerukunan umat beragama – Repository IAIN Palopo, diakses November 2, 2025, https://repository.iainpalopo.ac.id/5134/1/MUH.%20RANI%20RACHMANSYAH%20B.pdf
- komunikasi forum kerukunan umat beragama (fkub) sebagai perwujudan moderasi beragama di kabupaten banyuwangi – Rumah Jurnal Universitas KH. Abdul Chalim, diakses November 2, 2025, https://e-journal.uac.ac.id/index.php/altsiq/article/download/4863/1725
- FKUB Dinilai Kontraproduktif, PSI Ajukan Uji Materi Peraturan Mendirikan Rumah Ibadah, diakses November 2, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2023/03/07/16365151/fkub-dinilai-kontraproduktif-psi-ajukan-uji-materi-peraturan-mendirikan
- peran fkub dan pendirian rumah ibadat, diakses November 2, 2025, https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/toleransi/article/download/428/409
- Setara Institute Dukung Penghapusan Rekomendasi FKUB untuk Pendirian Rumah Ibadah, diakses November 2, 2025, https://www.tempo.co/politik/setara-institute-dukung-penghapusan-rekomendasi-fkub-untuk-pendirian-rumah-ibadah-27767
- implementasi peraturan bersama menteri agama nomor 9 tahun 2006 dan menteri – JDIH, diakses November 2, 2025, https://jdih.polkam.go.id/common/dokumen/Kerukunan%20Beragama.pdf
- Laporan Tahunan Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia – Imparsial, diakses November 2, 2025, https://imparsial.org/di-bawah-bayang-bayang-diskriminasi/
- Indeks Kerukunan Umat Beragama 2024 Naik Jadi 76,47, diakses November 2, 2025, https://kemenag.go.id/nasional/indeks-kerukunan-umat-beragama-2024-naik-jadi-76-47-wG2qs
- MENGUKUR INDEKS KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI KABUPATEN KONAWE SELATAN Measuring Index of Harmonious Inter Religion Relation – Jurnal Al-Qalam, diakses November 2, 2025, https://jurnalalqalam.or.id/index.php/Alqalam/article/download/196/179/379
- Indeks HAM 2024 – Setara Institute, diakses November 2, 2025, https://setara-institute.org/wp-content/uploads/2025/10/Indeks-HAM-2024.pdf
- SETARA Institute Sebut Jabar Catat Pelanggaran KBB Tertinggi di Indonesia 2024 – IVOOX.id, diakses November 2, 2025, https://ivoox.id/setara-institute-sebut-jabar-catat-pelanggaran-kbb-tertinggi-di-indonesia-2024
- Susun Anggaran 2024, Dirjen Harapkan Anggaran yang Berintegritas | Ditjen Bimas Buddha Kemenag RI, diakses November 2, 2025, https://bimasbuddha.kemenag.go.id/susun-anggaran-2024-dirjen-harapkan-anggaran-yang-berintegritas-berita-1150.html
- 1 PERAN FKUB DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI KOTA PEKANBARU Oleh – Neliti, diakses November 2, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/40298-ID-peran-fkub-dan-pendirian-rumah-ibadat-di-kota-pekanbaru.pdf
- Kemenag, Kemendagri, hingga Ormas Sinergikan Data Keagamaan, diakses November 2, 2025, https://kemenag.go.id/nasional/kemenag-kemendagri-hingga-ormas-sinergikan-data-keagamaan-pvmQR
- PEMERINTAH JAMIN PERLINDUNGAN KEBEBASAN BERAGAMA – BPSDM Hukum, diakses November 2, 2025, https://bpsdm.kemenkum.go.id/berita-utama/pemerintah-jamin-perlindungan-kebebasan-beragama
- Rapat Koordinasi Kabupaten/Kota Peduli HAM dan RANHAM 2025 Digelar di Bengkayang, diakses November 2, 2025, https://kalbar.kemenkum.go.id/berita-utama/rapat-koordinasi-kabupaten-kota-peduli-ham-dan-ranham-2025-digelar-di-bengkayang
- Kemenko PMK Dorong Pelaksanaan RANHAM di Kementerian Lembaga, diakses November 2, 2025, https://www.kemenkopmk.go.id/kemenko-pmk-dorong-pelaksanaan-ranham-di-kementerian-lembaga
- Dampak Modul Pelatihan Sekolah Damai dalam Memperkuat Toleransi di Tingkat Satuan Pendidikan – Wahid Foundation, diakses November 2, 2025, https://wahidfoundation.org/news/detail/dampak-modul-pelatihan-sekolah-damai-dalam-memperkuat-toleransi-di-tingkat-satuan-pendidikan
- peraturan menteri agama republik indonesia nomor 24 tahun 2024 tentang organisasi dan tata kerja, diakses November 2, 2025, https://cdn.kemenag.go.id/storage/archives/pma-no-24-tahun-2024-tentang-organisasi-dan-tata-kerja-kantor-urusan-agamapdf.pdf
Tentang Penulis :

Dr. Dharma Leksana, S.Th., M.Th., M.Si., adalah teolog, wartawan senior, dan pendiri Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI). Ia menempuh studi teologi di Universitas Kristen Duta Wacana, melanjutkan Magister Ilmu Sosial dengan fokus media dan masyarakat, serta meraih Magister Theologi melalui kajian Teologi Digital. Gelar doktoralnya diperoleh di STT Dian Harapan dengan predikat Cum Laude lewat disertasi Algorithmic Theology: A Conceptual Map of Faith in the Digital Age.
Sebagai penulis produktif, ia telah menerbitkan ratusan buku akademik, populer, dan sastra, di antaranya Teologi Algoritma: Peta Konseptual Iman di Era Digital dan Membangun Kerajaan Allah di Era Digital. Kiprahnya menjembatani dunia teologi, media digital, dan transformasi Digital.
Selain karya ilmiah, Dharma Leksana produktif menulis ratusan buku dalam bentuk penelitian akademik, buku populer, kumpulan puisi, hingga novel. Karya-karya tersebut dapat diakses melalui TOKO BUKU PWGI 👉 lihat koleksi.
Kiprah Organisasi & Media
Di ranah pelayanan dan media, Dharma Leksana adalah:
- Pendiri dan Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)
- Pendiri berbagai media digital Kristen, antara lain:
- wartagereja.co.id
- beritaoikoumene.com
- teologi.digital
- marturia.digital
- serta puluhan media lain yang tergabung dalam PT Dharma Leksana Media Group (DHARMAEL), di mana ia menjabat sebagai Komisaris
Selain itu ia juga aktif memimpin sejumlah lembaga dan perusahaan:
- Direktur PT. Berita Siber Indonesia Raya (BASERIN)
- Komisaris PT. Berita Kampus Mediatama
- Komisaris PT. Media Kantor Hukum Online
- Pendiri & CEO tokogereja.com
- Ketua Umum Yayasan Berita Siber Indonesia
- Direktur PT. Untuk Indonesia Seharusnya
Karya dan Pengaruh
Sebagai pemikir sekaligus pelaku, Dharma Leksana memposisikan dirinya sebagai jembatan antara teologi, pewartaan digital, dan transformasi sosial. Ia aktif menulis buku, artikel, serta menjadi narasumber dalam berbagai forum gereja, akademik, dan media.
Karya-karya populer yang banyak dibaca antara lain:
- Mencari Wajah Allah di Belantara Digital 👉 akses
- Jejak Langkah Misiologi Gereja Perdana 👉 akses
- Agama, AI, dan Pluralisme 👉 akses
- Fenomenologi Edmund Husserl di Era Digital 👉 akses
- Alvin Toffler dan Teologi Digital 👉 akses
- Algoritma Tuhan: Refleksi tentang Sang Programmer Alam Semesta 👉 akses
- Jurnalisme Profetik di Era Digital 👉 akses
- Teologi Digital dalam Perspektif Etika Dietrich Bonhoeffer 👉 akses
Dr. Dharma Leksana terus melanjutkan kiprahnya sebagai seorang teolog digital, jurnalis profetik, dan pendidik iman, dengan visi membangun komunikasi Kristen yang kontekstual, transformatif, dan selaras dengan dinamika zaman digital.
Profil Penulis
Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
Dr. Dharma Leksana is a theologian, senior journalist, and pioneer of digital Christian media in Indonesia. He earned his Bachelor of Theology from the Faculty of Theology, Duta Wacana Christian University, Yogyakarta, in 1994, before pursuing a Master of Social Sciences (M.Si.) with a focus on media and society. He later completed a Master of Theology (M.Th.) with a thesis titled “Digital Theology: Translating the Missiology of the Church in the Era of Society 5.0.”
His academic journey reached its pinnacle with a Doctorate in Theology (D.Th.) from Dian Harapan Theological Seminary, Jakarta, graduating cum laude. His groundbreaking dissertation, “Algorithmic Theology: A Conceptual Map of Faith in the Digital Age,” introduced the concept of Algorithmic Theology as a new locus for contextualizing faith in today’s digital reality. Through this research, he argued that algorithms can be understood as a new locus theologicus, while the Logos—the Word of God—remains the central axis of Christian faith, even in an age dominated by algorithmic logic.
This dissertation has since been published in two editions:
- Teologi Algoritma: Peta Konseptual Iman di Era Digital (Indonesian)
- Algorithmic Theology: A Conceptual Map of Faith in the Digital Age (English)
His earlier academic work at the master’s level has also been published as “Building the Kingdom of God in the Digital Age.”
Beyond academia, Dr. Leksana is a prolific writer who has authored hundreds of works ranging from scholarly research and popular books to collections of poetry and novels. His writings can be found through PWGI Bookstore and other platforms.
Organizational and Media Leadership
In the field of media and ecclesial service, Dr. Leksana is:
- Founder and Chairman of the Indonesian Church Journalists Association (PWGI)
- Founder of numerous Christian digital media outlets, including:
- wartagereja.co.id
- beritaoikoumene.com
- teologi.digital
- marturia.digital
- and many more under PT Dharma Leksana Media Group (DHARMAEL), where he serves as Commissioner
He also leads and advises several institutions and companies, including:
- Director of PT Berita Siber Indonesia Raya (BASERIN)
- Commissioner of PT Berita Kampus Mediatama
- Commissioner of PT Media Kantor Hukum Online
- Founder & CEO of tokogereja.com
- Chairman of Yayasan Berita Siber Indonesia
- Director of PT Untuk Indonesia Seharusnya
Works and Influence
As both a thinker and practitioner, Dr. Dharma Leksana positions himself as a bridge between theology, digital communication, and social transformation. He is an active writer, speaker, and resource person in church, academic, and media forums.
Among his widely read works are:
- Seeking the Face of God in the Digital Wilderness
- The Missionary Steps of the Early Church
- Religion, AI, and Pluralism
- Edmund Husserl’s Phenomenology in the Digital Era
- Alvin Toffler and Digital Theology
- The Algorithm of God: Reflections on the Programmer of the Universe
- Prophetic Journalism in the Digital Age
- Digital Theology through the Lens of Dietrich Bonhoeffer’s Ethics
Continuing his vocation as a digital theologian, prophetic journalist, and faith educator, Dr. Leksana remains committed to building Christian communication that is contextual, transformative, and attuned to the challenges of the digital age.
