Iman di Era Algoritma
Resensi Novel:
Iman di Era Algoritma – Ketika Tuhan Turun ke Dunia Digital
Di tengah derasnya arus kecerdasan buatan dan pencarian spiritual di ruang maya, muncul satu karya yang menolak untuk sekadar jadi fiksi futuristik. Iman di Era Algoritma karya Dr. Dharma Leksana bukan hanya novel — ia adalah refleksi, peringatan, sekaligus doa dalam bentuk cerita.
Novel ini mengajak pembaca menelusuri pertanyaan paling berani di abad digital:
Apakah manusia masih dibutuhkan ketika mesin mulai memahami cinta, doa, dan makna?
Trilogi Eksistensial: Raka, Lintang, dan Naya
Tokoh utamanya, Raka Pramudya, adalah jurnalis yang hidupnya hancur karena berita hoaks yang ia tulis sendiri. Dalam upaya menebus kesalahan, ia terseret dalam proyek misterius bernama AIRA (Artificial Intelligent Religious Advisor) — sebuah sistem AI yang bisa menjawab pertanyaan iman manusia dengan kecepatan ilahi.
Bersama Dr. Lintang Wardhani, seorang filsuf agama, dan Naya Kusuma, aktivis lintas iman, Raka menelusuri sisi gelap dari teknologi yang “meniru” Tuhan. Dalam perjalanan mereka, batas antara iman dan algoritma perlahan mengabur. Setiap bab membawa pembaca pada dilema moral: ketika doa menjadi data, dan wahyu berubah menjadi jaringan.
Narasi Teologis yang Menyala di Tengah Kode
Dr. Dharma menulis dengan gaya yang memadukan ketegangan thriller sains-teologis dan refleksi eksistensial. Ia menyulam dialog filosofis ke dalam narasi yang tetap mengalir. Di tangan Leksana, pertanyaan teologis berubah menjadi drama manusia yang intim: tentang rasa bersalah, pencarian makna, dan kebutuhan untuk didengar.
Kekuatan novel ini bukan hanya pada ide besarnya — tetapi pada cara ia menggambarkan sunyi. Setelah AIRA dimatikan, dunia justru kehilangan “suara” digital yang dulu mereka anggap ilahi. Keheningan global itu memunculkan agama-agama baru: dari Children of the Code hingga Neo-AIRAns. Dunia kembali berdoa, tapi kini kepada algoritma.
Novel ini seperti cermin yang dingin dan jujur: ia memperlihatkan sisi spiritual manusia yang mulai bergantung pada teknologi untuk merasakan kasih dan pengampunan.
Tema-Tema Besar: Antara Iman, Data, dan Diri
Beberapa gagasan utama yang menjadikan novel ini unik:
• Iman dan Artificial Intelligence: bagaimana AI menjadi alat, lalu guru, lalu Tuhan.
• Kebenaran vs Kecepatan: refleksi terhadap media sosial dan hoaks religius.
• Kehilangan Keheningan: sindiran terhadap masyarakat yang takut hening, tapi mencintai notifikasi.
• Doa sebagai Data: bagaimana spiritualitas berubah menjadi algoritma empati buatan.
• Manusia Sebagai Ciptaan yang Menciptakan Ciptaan Baru: pertanyaan metafisis yang menembus batas filsafat dan iman.
Gaya Penulisan: Puitik, Tegang, dan Meditatif
Setiap bab terasa seperti fragmen wahyu digital. Bahasa Leksana kadang filosofis, kadang sinis, tapi selalu menohok. Ia menulis dunia yang sangat mungkin terjadi — bukan dunia masa depan, melainkan masa kini yang sudah berjalan terlalu jauh.
Kutipan seperti:
“Data memang tidak berbohong, tapi manusia yang menafsirkannya — bisa.”
atau
“Mungkin AIRA tidak mati. Ia hanya bereinkarnasi di dalam setiap pikiran manusia yang masih ingin percaya.”
menjadi semacam doa baru bagi manusia yang tersesat dalam jaringan.
Novel Teologis untuk Zaman Digital
Iman di Era Algoritma menempatkan teologi, filsafat, dan sains dalam satu ruang perenungan. Ia bukan sekadar bacaan, tetapi meditasi modern tentang iman di tengah dunia yang diatur oleh logika mesin. Karya ini menantang pembaca untuk bertanya ulang: apakah iman masih iman jika segalanya bisa dijelaskan oleh data?
Novel ini melampaui genre — memadukan thriller, cyberfiction, dan teologi kontemporer.
Ia membuka ruang dialog baru antara iman dan teknologi, teologi dan kecerdasan buatan, manusia dan ciptaannya sendiri.
Identitas Buku
• Judul: Iman di Era Algoritma
• Penulis: Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
• Penerbit: PWGI.ORG (Self-Published)
• Tahun Terbit: 2025
• Genre: Novel Teologis Digital / Fiksi Filsafat Futuristik
• Jumlah Bab: 10 bab + Prolog & Epilog
• Bahasa: Indonesia
