
KARL MARX, KOMUNISME, DAN INDONESIA: SEBUAH TINJAUAN SEJARAH DAN PERAN AGAMA
Oleh : Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
Pendahuluan
Hari ini tepat 60 tahun lalu (30 September 1965) terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) yang mengguncang bangsa Indonesia. Sejak 1967, setiap 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Peristiwa ini tak bisa dilepaskan dari sejarah panjang komunisme di Indonesia serta relasinya dengan agama-agama.
Karl Marx dan Akar Ideologi Komunisme
Karl Marx (1818–1883) lahir di Trier, Jerman, dari keluarga Yahudi yang kemudian beralih ke Lutheran. Ia menempuh studi filsafat dan hukum di Bonn dan Berlin, sebelum menyelesaikan doktoralnya di Jena. Bersama Friedrich Engels, ia menulis Manifesto Komunis (1848), yang menyerukan kelas pekerja untuk bangkit melawan borjuasi dan membentuk masyarakat tanpa kelas (Marx & Engels, 1848/1970).
Pokok pikiran Marx antara lain materialisme historis: perubahan masyarakat digerakkan oleh konflik kelas dan ekonomi, bukan oleh ide atau agama. Inilah yang melahirkan pandangan komunis yang ateistik—agama dilihat sebagai “candu masyarakat” (opium des Volkes) (Marx, 1844/1978).
Masuknya Komunisme ke Indonesia
Komunisme masuk ke Hindia Belanda melalui tokoh Belanda Henk Sneevliet pada 1914 dengan mendirikan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV). ISDV kemudian bertransformasi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1920. Sneevliet dan kawan-kawan menggunakan strategi menyusup ke Sarekat Islam (SI), organisasi massa terbesar kala itu, sehingga terjadi konflik internal antara SI “Merah” (pro-komunis) yang dipimpin Semaun dan SI “Putih” yang dipimpin H.O.S. Tjokroaminoto (McVey, 1965).
Pemberontakan-Pemberontakan PKI
PKI beberapa kali melakukan pemberontakan:
- 1926–1927: pemberontakan di Jawa Barat dan Sumatera Barat, yang akhirnya ditumpas Belanda dengan keras (Shiraishi, 1990).
- 1948: Pemberontakan Madiun, dipimpin Musso. Banyak korban berjatuhan, termasuk kalangan santri, ulama, dan rakyat sipil (Crouch, 1978).
- 1965: G30S/PKI, yang diikuti gelombang kekerasan massal pasca peristiwa. Hingga kini, jumlah korban masih diperdebatkan. Angka resmi versi Orde Baru menyebut sekitar 78.000 orang tewas atau dieksekusi (Departemen Penerangan RI, 1978). Namun, berbagai studi internasional memperkirakan jumlah jauh lebih besar: 500.000 korban menurut perkiraan umum (Cribb, 1990), bahkan mencapai 700.000–1.000.000 korban menurut beberapa peneliti seperti Benedict Anderson dan Ruth McVey (Anderson & McVey, 1971; Cribb, 1990). John Roosa menekankan bahwa meski angka pastinya sulit diverifikasi, pembantaian ini menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terbesar abad ke-20 di Asia (Roosa, 2006).
Peran Agama-Agama di Indonesia
Agama memainkan peran sentral dalam menolak komunisme:
- Islam: Organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah aktif menentang komunisme, terutama pasca Madiun 1948 dan 1965. Banyak kiai dan pesantren menjadi target kekerasan PKI (Fealy & McGregor, 2010).
- Kristen: Gereja juga mengalami tekanan di daerah-daerah tertentu. Namun gereja-gereja, terutama di Jawa, cenderung mengartikulasikan anti-komunisme melalui narasi teologis tentang iman dan negara (Steenbrink, 2003).
- Hindu & Buddha: Umat Hindu Bali banyak terlibat dalam konflik 1965, dengan konsekuensi tragis berupa kekerasan horizontal (Robinson, 1995).
Secara umum, agama-agama di Indonesia menempatkan komunisme sebagai ancaman karena sifat ateistiknya yang menolak Tuhan.
Komunisme Global: Kejayaan dan Keruntuhan
Komunisme memang berkuasa di Uni Soviet sejak 1917, meluas ke Eropa Timur, Tiongkok, Korea Utara, Vietnam, hingga Kuba. Namun runtuhnya Uni Soviet pada 1991 menandai kegagalan sistem komunis sebagai ideologi global (Courtois et al., 1999). Negara-negara yang bertahan seperti Tiongkok dan Vietnam kini beradaptasi dengan kapitalisme pasar.
Penutup
Sejarah komunisme di Indonesia tak bisa dilepaskan dari benturan dengan agama dan nasionalisme. Peristiwa G30S/PKI mengingatkan bangsa ini tentang rapuhnya persatuan bila ideologi yang menolak agama berhadapan dengan masyarakat religius. Hari Kesaktian Pancasila menjadi refleksi bahwa Pancasila, dengan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa,” dipilih sebagai penangkal ideologi ateistik komunisme.
Catatan Kaki
- Karl Marx & Friedrich Engels, Manifesto of the Communist Party (1848), terj. Samuel Moore (Moscow: Progress Publishers, 1970).
- Karl Marx, Contribution to the Critique of Hegel’s Philosophy of Right (1844), dalam Robert C. Tucker (ed.), The Marx-Engels Reader (New York: Norton, 1978), hlm. 53.
- Ruth McVey, The Rise of Indonesian Communism (Ithaca: Cornell University Press, 1965).
- Takashi Shiraishi, An Age in Motion: Popular Radicalism in Java, 1912–1926 (Ithaca: Cornell University Press, 1990).
- Harold Crouch, The Army and Politics in Indonesia (Ithaca: Cornell University Press, 1978).
- John Roosa, Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto’s Coup d’État in Indonesia (Madison: University of Wisconsin Press, 2006).
- Greg Fealy & Katharine McGregor (eds.), Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia (Clayton: Monash University Press, 2010).
- Karel Steenbrink, Catholic Churches in Indonesia, 1808–1942 (Leiden: KITLV Press, 2003).
- Geoffrey Robinson, The Dark Side of Paradise: Political Violence in Bali (Ithaca: Cornell University Press, 1995).
- Stéphane Courtois et al., The Black Book of Communism: Crimes, Terror, Repression (Cambridge: Harvard University Press, 1999).
- Departemen Penerangan Republik Indonesia, Gerakan 30 September: Pemberontakan Partai Komunis Indonesia, Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya (Jakarta: Dep. Penerangan RI, 1978).
- Robert Cribb, The Indonesian Killings of 1965–1966: Studies from Java and Bali (Clayton: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, 1990).
- Benedict Anderson & Ruth McVey, A Preliminary Analysis of the October 1, 1965 Coup in Indonesia (Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project, 1971).
Daftar Pustaka
- Anderson, Benedict & McVey, Ruth. A Preliminary Analysis of the October 1, 1965 Coup in Indonesia. Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project, 1971.
- Courtois, Stéphane, et al. The Black Book of Communism: Crimes, Terror, Repression. Cambridge: Harvard University Press, 1999.
- Cribb, Robert. The Indonesian Killings of 1965–1966: Studies from Java and Bali. Clayton: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, 1990.
- Crouch, Harold. The Army and Politics in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press, 1978.
- Departemen Penerangan Republik Indonesia. Gerakan 30 September: Pemberontakan Partai Komunis Indonesia, Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya. Jakarta: Dep. Penerangan RI, 1978.
- Fealy, Greg & McGregor, Katharine (eds.). Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia. Clayton: Monash University Press, 2010.
- Marx, Karl. Contribution to the Critique of Hegel’s Philosophy of Right. Dalam Robert C. Tucker (ed.), The Marx-Engels Reader. New York: Norton, 1978.
- Marx, Karl & Engels, Friedrich. Manifesto of the Communist Party. Moscow: Progress Publishers, 1970 [1848].
- McVey, Ruth. The Rise of Indonesian Communism. Ithaca: Cornell University Press, 1965.
- Robinson, Geoffrey. The Dark Side of Paradise: Political Violence in Bali. Ithaca: Cornell University Press, 1995.
- Roosa, John. Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto’s Coup d’État in Indonesia. Madison: University of Wisconsin Press, 2006.
- Shiraishi, Takashi. An Age in Motion: Popular Radicalism in Java, 1912–1926. Ithaca: Cornell University Press, 1990.
- Steenbrink, Karel. Catholic Churches in Indonesia, 1808–1942. Leiden: KITLV Press, 2003.