
apa itu algoritma
Penulis : Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
Resensi Buku
Judul : Apa Itu Algoritma ? Sejarah Singkat Pikiran Mesin dan Peradaban Digital
“Algoritma bukan sekadar bahasa komputer, ia adalah bahasa baru peradaban.”
Begitulah kesan utama setelah menelusuri halaman demi halaman buku ini.
Dr. Dharma Leksana mengajak pembaca melakukan perjalanan intelektual yang jarang ditempuh: dari dapur rumah tangga hingga laboratorium digital, dari Baghdad abad ke-9 hingga Silicon Valley abad ke-21. Ia meracik sejarah, filsafat, teologi, hingga kisah populer untuk menjawab pertanyaan sederhana namun fundamental: Apa itu algoritma?
Sejak membuka buku, pembaca langsung disapa oleh refleksi sehari-hari: ritual membuat kopi, doa yang diulang, hingga notifikasi media sosial yang tak pernah berhenti. Dari sana, penulis membongkar bahwa algoritma bukan sekadar rumus kaku, melainkan pola pikir yang telah lama membentuk kehidupan manusia.
Yang menarik, buku ini tidak berhenti pada definisi teknis. Ia menghidupkan algoritma melalui tokoh-tokoh bersejarah: Al-Khawarizmi yang melahirkan istilah “algoritma”; Ada Lovelace yang menenun logika mesin dengan puisi; Alan Turing yang menantang batas “apakah mesin bisa berpikir”; hingga Yuval Noah Harari yang menyingkap manusia sebagai Homo Algorithmicus.
Di sisi lain, buku ini juga mengajak kita menatap sisi gelap algoritma: bagaimana ia mengatur perhatian kita, membentuk gelembung informasi, hingga mengancam kebebasan manusia. Ada bab-bab yang terasa seperti peringatan keras—algoritma sebagai penjajah tak kasatmata yang menaklukkan pikiran dan imajinasi.
Namun, bukan berarti pesimis. Dr. Dharma menawarkan jalan tengah: manusia tidak harus digantikan oleh mesin, melainkan bisa hidup berdampingan dalam relasi kritis. Dari imago Dei hingga imago hominis, dari Homo sapiens hingga Homo algorithmicus, ia menunjukkan bahwa masa depan masih bisa kita tulis bersama.
Gaya penulisannya mengalir, dengan banyak ilustrasi intermezzo yang membumi: antrean warung soto, resep mie instan, sampai algoritma Spotify yang tahu selera musik kita. Hal ini membuat tema yang rumit terasa dekat dan mudah dicerna, bahkan oleh pembaca non-teknis.
Mengapa perlu membaca buku ini?
Karena kita semua sedang hidup di dalam algoritma, sadar atau tidak. Kita sudah menyerahkan sebagian besar keputusan—apa yang kita tonton, beli, bahkan pikirkan—kepada kode-kode tak terlihat. Buku ini menjadi cermin yang memantulkan: siapa sebenarnya yang menguasai siapa? Apakah kita masih menjadi subjek, atau hanya objek dari peradaban digital?
Dengan semangat yang mirip karya-karya Yuval Noah Harari atau Stephen Hawking, buku ini berhasil menjembatani sains, filsafat, dan teologi dalam satu narasi yang utuh. Hasilnya: bacaan yang tidak hanya mencerahkan, tetapi juga menggugah kesadaran kritis.
Hashtag