
Foto: Pengunjung berbincang dibawah layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (18/3/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Detik-news.com – Jakarta, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam hingga lebih dari 6 persen pada sesi perdagangan pertama hari Selasa (18/3/2025). Para pengamat menilai bahwa kondisi ekonomi dan politik dalam negeri menjadi faktor utama yang menekan pasar saham.
Pada penutupan sesi pertama, IHSG tercatat berada di level 6.076, turun 6,12 persen dari pembukaan di angka 6.472. Hampir seluruh sektor saham mengalami penurunan, dengan sektor teknologi, barang baku, dan energi mencatatkan penurunan terdalam.
Penurunan IHSG ini berbanding terbalik dengan kinerja positif beberapa bursa saham global lainnya. Bursa Jepang Nikkei, Hongkong Hangseng, China Shanghai, serta bursa Amerika Serikat seperti Dow Jones dan Nasdaq, semuanya menunjukkan kenaikan pada hari yang sama.
Menanggapi situasi ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan trading halt atau penghentian perdagangan saham sementara pada pukul 11.19 WIB setelah IHSG turun 5 persen. Langkah ini diambil untuk menjaga integritas pasar dan memastikan investor mendapat informasi yang memadai mengenai perubahan kondisi pasar.
Sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), trading halt akan berlangsung selama 30 menit setiap kali IHSG turun dalam kelipatan 5 persen. Jika penurunan mencapai lebih dari 15 persen, perdagangan dapat dihentikan hingga akhir sesi atau bahkan lebih lama dengan persetujuan OJK.
Analis Saham Senior NH Korindo Sekuritas Indonesia, Ezaridho Ibnutama, menyatakan bahwa kekhawatiran investor asing terhadap potensi pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) menjadi penyebab utama penurunan IHSG. Keputusan mengenai suku bunga ini sedang dibahas dalam pertemuan BI pada 18-19 Maret 2025. Ia memperkirakan IHSG akan berada di kisaran 6.000-6.100 sambil menunggu kebijakan tersebut.
Sementara itu, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, menyoroti sentimen negatif dari kondisi ekonomi domestik. Selain menanti kebijakan moneter BI yang akan diumumkan pada Kamis (19/3/2025), laporan kinerja keuangan dalam negeri yang baru dirilis juga menimbulkan kekhawatiran. Penurunan penerimaan negara hingga 30 persen menyebabkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melebar, yang berpotensi meningkatkan kebutuhan utang dan melemahkan nilai tukar rupiah. Hal ini juga dapat mempersulit penurunan suku bunga BI.
Nico menambahkan bahwa peningkatan risiko fiskal di Indonesia mendorong investor untuk beralih ke investasi yang lebih aman seperti obligasi.
Faktor eksternal seperti perang tarif antara Uni Eropa dan Amerika Serikat, serta kekhawatiran resesi di AS, juga turut mempengaruhi sentimen pasar.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, juga berpendapat bahwa penurunan IHSG disebabkan oleh buruknya hasil APBN Februari 2025 dan proyeksi fiskal tahun 2025 yang tidak realistis. Ia juga menyoroti isu megakorupsi yang merusak kepercayaan pasar serta kekhawatiran akan protes masyarakat terkait perubahan regulasi mengenai Dwifungsi TNI. Selain itu, potensi penurunan peringkat kredit Indonesia dari lembaga pemeringkat seperti Fitch, Moodys, dan S&P juga menjadi perhatian investor.
Sumber : https://www.kompas.id/artikel/ihsg-longsor-hingga-6-persen-pengamat-investor-takut-dengan-kondisi-dalam-negeri